Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade Zulkarnain, mengungkapkan pemerintah sampai saat ini masih menganggap ayam kampung sebagai pelengkap dalam industri perunggasan, bukan sebagai komoditas yang dianggap strategis untuk ketahanan pangan.
"Jadi pemerintah sampai sekarang masih memposisikan ayam lokal ini hanya sekedar pelengkap, sekedar ada saja. Tidak ada arah kebijakan menjadikan ayam lokal sebagai sumber protein hewani strategis seperti daging sapi atau ayam ras (broiler)," ujar Ade kepada detikFinance, Minggu (29/1/2017).
"Padala ayam kampung ini sumber genetik asli Indonesia. Plasma nutfah asli Indonesia yang harusnya dimanfaatkan untuk perunggasan nasional," tambahnya.
Dia berujar, negara lain seperti China dan Thailand, justru lebih memprioritaskan keberadaan ayam lokal mereka sebagai sumber protein hewani strategis negaranya. Padahal, jelasnya, Indonesia memiliki banyak strain (jenis spesies) dibandingkan negara-negara lain.
"Di China ini 60% peternakan unggas itu ayam lokal, sisanya ayam ras, di Thailand juga demikian. Idealnya kontribusi ayam lokal untuk industri unggas itu 25%, kita baru 6% saja. Di Thailand contohnya, native chicken dikembangkan betul-betul. Padahal strain ayam lokal kita sampai 26, negara lain rata-rata 15 sampai 20 strain," terang Ade.
Tanpa adanya dukungan dari pemerintah, ayam lokal bakal semakin tergerus oleh ayam potong jenis broiler. Padahal, daging ayam selama ini jadi sumber protein hewani yang lebih terjangkau dibandingkan ikan dan daging sapi.
"Angkat ayam secara proporsional dalam industri unggas, ayam lokal harusnya jadi tuan di negeri sendiri. Karena kebutuhan daging unggas ini sedemikian besar, 69% sumber protein kita sekarang mengandalkan dari unggas, hanya sayangnya itu lebih banyak dipenuhi dari ayam ras," kata Ade yang memiliki peternakan ayam lokal di Kabupaten Sukabumi ini.
Sementara itu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita, menjelaskan pihaknya sudah melakukan pembicaraan dengan asosiasiasi peternak ayam lokal untuk pengembangan pembibitan (breeder) ayam kampung.
"Untuk ayam kampung kita sudah berdiskusi panjang dengan Himpuli. Kita dorong breeder-breeder ayam lokal untuk dibangun wilayah bebas AI (Aviant Influenza/flu burung). Agar kualitas breeder, sarana dan prasarana memenuhi syarat biosafety dan biosecurity," terang Ketut kepada detikFinance.
Salah satunya, sambung Ketut, yakni beberapa kegiatan yang telah dilakukan di Jawa Barat seperti penguatan kapasitas produksi ayam lokal yang meliputi Penguatan UPT/UPTD perbibitan, melalui dukungan sarana dan prasarana perbibitan. Fasilitasi untuk UPTD dilakukan melalui bantuan pendanaan dekonsentrasi (pelimpahan kegiatan dari pemerintah pusat ke Pemda).
"Peningkatan skala usaha melalui pengembangan usaha ayam lokal seperti pengembangan Village Breeding Center (VBC), penguatan pengembangan ayam lokal di propinsi terpilih, pengembangan kawasan uggas lokal (KAUl), pengembangan unggas dipedesaan (VPF). Serta pengendalian penyakit melalui penguatan Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan)," paparnya.
Ketut berujar, beberapa strain ayam yang sudah diakui yakni ayam Gaga, ayam Kokok Balenggek, ayam Merawang, ayam Pelung, ayam Nunukan, ayam KUB 1. "Pelepasan galur murni tersebut merupakan kegiatan pengakuan suatu galur, dari pemulia (bibit) yang memiliki keunggulan genetik untuk dibudidayakan oleh peternak atau pengusaha," pungkas Ketut.
(idr/mkj)