Direktur Jendral Hortikultura, Spudnik Sujono, menjelaskan kehadiran TTI memangkas rantai distribusi bahan pangan dari 8 menjadi 3 tahap. Lantas, seperti apa rantai distribusi bahan pangan selama ini?
"Jadi nanti (biasanya) ada pengepul, pengepul tingkat kecil, besar di tingkat Kecamatan, pengepul tingkat Kabupaten, baru kirim ke pedagang besar," ungkap Spudnik kepada detikFinance, Jakarta, Senin (6/2/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah adanya TTI ini, maka jalur distribusi tidak perlu sepanjang itu. Spudnik mengatakan, kehadiran TTI memotong banyak jalur pengepul yang ada di lapangan. Sehingga, para petani bisa langsung menjual produksinya ke Badan Usaha Logistik (Bulog).
"Dari petani ke Badan Usaha Logistik (Bulog), lalu ke pengecer, dan langsung ke tangan konsumen," terang Spudnik.
Menurut Spudnik, panjangnya rantai distribusi hingga 8 tahap tersebut dinilai biasa terjadi di dunia tata niaga. Sebab, kata Spudnik, para pemilik modal tidak bisa bergerak sendiri untuk mendapatkan pasokan barang.
Mereka membutuhkan banyak jaringan di berbagai wilayah, untuk bisa memperoleh barang
"Ya itu kan tata niaga memang seperti itu, kan perlu rantai. Saya misalnya pemodal, saya mau beli (produksi) di Demak, di Probolinggo, kan harus ada jejaring saya. Saya (sebagai pemilik modal) enggak bisa sendiri," kata Spudnik.
Lebih lanjut ia berharap, supaya panjangnya rantai distribusi tersebut dapat dihindari. Salah satu caranya adalah meminta berbagai lembaga milik pemerintah daerah yanh ikut berkontribusi membantu memotong mata rantai.
"Harusnya setiap daerah, harapan kami, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) itu bisa berperan untuk membantu mengurangi rantai pasok. Koperasi juga bisa memotong rantai pasok," tuturnya. (hns/hns)