Rikrik Riskiana, Kuasa Hukum PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), akan mengajukan banding setelah salinan putusan diterima. Pasalnya, menurut dia, tidak ada bukti kuat yang menyatakan Yamaha melakukan kartel seperti yang dituduhkan KPPU.
Diungkapkannya, email internal Yamaha seperti yang diajukan KPPU selama persidangan, tak bisa dijadikan bukti produsen asal Jepang itu melakukan praktik kartel harga dengan Honda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fakta di persidangan lain yang menurutnya terlalu dipaksakan KPPU, yakni terkait kemiripan dan tren kenaikan harga motor skutik dua pabrikan tersebut.
"Kalau fenomena di pasar kemiripan kenaikan harga di pasar wajar. Ketika dolar naik, mau tidak mau beberapa komponen naik, pajak naik juga. Respons-respons produsen itu sama. Tidak bisa serta merta ini dijadikan bukti kita kartel," ucap Rikrik.
Seharusnya KPPU mencari bukti apakah ada kesepakatan kemiripan harga motor matic Yamaha dan Honda, bukan membandingkannya dari sisi harga pasar.
"Esensi ada kesepakatan atau tidak, itu yang harus dicari jadi bukti. Ada pertemuan belum tentu juga ada kesepakatan," terangnya.
Dia melanjutkan, KPPU juga menilai harga motor matic di Indonesia terbilang mahal. Namun kenyataannya, produk motor matic asing juga kesulitan masuk ke pasar kendaraan roda dua di Indonesia.
"Kalau asumsinya skutik di Indonesia kemahalan, produk luar akan berbondong-bondong masuk ke Indonesia. Karena tidak ada larangan yang membatasi (impor). Ini harusnya jadi analisa. Yang ada ekspor motor kita malah setiap tahun meningkat, karena harga kita kompetitif," pungkas Rikrik.
Senada, Ferry, Kuasa Hukum PT Astra Honda Motor (AHM), mengatakan bukti yang diajukan KPPU yakni email internal Yamaha, tidak bisa dijadikan dasar keduanya melakukan kartel.
"Kita ajukan keberatan ke Pengadilan Negeri, tapi sampai saat ini kami belum terima salinan putusan. Kita layak keberatan karena nama Honda hanya disebut-sebut saja di email internal. Honda perusahaan multinasional, sangat comply dengan semua aturan, termasuk persaingan usaha," ucap Ferry
Diungkapkannya, jika melihat peta persaingan yang ada saat ini, khususnya dengan Yamaha, tak ada alasan bagi Honda untuk mengatur persekongkolan harga motor skutik. Selain itu, beberapa saksi yang diajukan Yamaha pun tak jadi pertimbangan majelis hakim di persidangan.
"Di struktur usaha kami, pangsa pasar Honda terus naik, bahkan menggerus market Yamaha sendiri. Enggak ada alasan buat kartel. Kartel ini berupaya maintain, agar keuntungan anggota kartel bisa terjaga. Tapi selama persidangan ini tidak dibuktikan. Keduanya saling bersaing, gencar iklan, kalau kartel itu tidak mungkin," tukas Ferry. (idr/hns)