Tantangan tersebut, kata Sri Mulyani, karena masih belum meratanya penyediaan infrastruktur dasar di daerah-daerah, seperti jalan, air bersih, jembatan hingga mandi cuci kakus (MCK).
Sri Mulyani menuturkan, di 2016 perekonomian antar daerah masih belum tumbuh secara merata, seperti di Pulau Jawa tumbuh relatif sama dengan pertumbuhan nasional. Sedangkan di Sumatera tumbuh 4,3% dengan kemiskinan 11,1% dan pengangguran 5,2%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah untuk kita, kalau kita bicara konsep NKRI seperti yang kita nyanyikan tadi, maka harusnya masyarakat Indonesia dimanapun dia berada, di manapun mereka dibesarkan mereka berhak mendapatkan fasilitas yang disebut fasilitas dasar dan pelayanan yang sama. Dan ini masih tantangan," kata Sri Mulyani di Auditorium Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (2/3/2017).
Hal tersebut diungkapnnya dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengelolaan Transder ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2017 dan Knowledge Sharing Keberhasilan Kepala Daerah.
Sri Mulyani menjelaskan, fasilitas dasar seperti akses air bersih, akses sanitasi, akses layanan kesehatan, masih mengalami ketimpangan yang tinggi. Menurut dia, masih ada kota yang akses air bersihnya sudah 100% dan ada pula daerah yang aksesnya masih rendah.
Seperti Pangkal Pinang yang akses sanitasinya 100% namun di Gorontalo hanya 36% bahkan di Kabupaten Asmat hanya 4%. Begitu juga dengan tenaga kesehatan yang paling tinggi di Banda Aceh 15/100 ribu, sampai yang paling rendah 1,4/100 ribu orang. Begitu juga dengan fasilitas pendidikan yang masih belum merata.
"Ini menggambarkan di manapun meraka berada kita tidak merasakan Indonesia yang sama, tapi ini adalah tantangan realita dari Indonesia internal," tambahnya.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, perlu terus memikirkan instrumen untuk mengurangi kesenjangan antar daerah, sehingga Indonesia sebagai satu kesatuan benar-benar terwujud di dalam kebersamaan dalam menikmati kemakmuran dan kesempatan di masa yang akan datang.
Kemiskinan dan kesenjangan menjadi tantangan bersama, dan pemerintah butuh pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Di mana pertumbuhan tetap harus tinggi dan inklusif. Baik dilihat dari sektor produksi maupun dari sektor permintaan, serta harus menggunakan dari instrumen fiskal, moneter, atau kebijkan yang sifatnya struktural.
Untuk instrumen fiskal yaitu APBN, Mantan Direktur Bank Dunia ini menurutkan, ketergantungan pemerintah dengan ABPN bisa menjadi modal dalam mengatasi tantangan kesenjangan yang saat ini terjadi.
Pada APBN 2017 jumlah belanja negara mencapai Rp 2.080 triliun, dari total tersebut Rp764 triliun adalah transfer ke daerah dalam berbagai bentuk dari DAU, DAK, DBH dan dana desa. APBN juga menjadi isntrumen yang sangat penting ketika ekonomi mengalami gejolak sebagai fungsi stabilisasi.
Hanya saja, APBN bisa berjalan efektif apabila terus dijaga secara bersama-sama. Begitu juga dengan para kepala daerah melalui instrumen fiskalnya yakni APBD.
"Kenapa kami coba terus menerus mengomunikasikan mengapa mengembalikan kredibilitas APBN itu jadi sangat penting. Karena APBN merupakan bagian dari solusi, dia tidak seharusnya jadi masalah," ungkapnya.
Dalam memberikan pemerataan akses pelayanan, pemerintah melalui APBN telah mengalokasikan pembangunan dasar di daerah melalui dana daerah, pada 2016 dana daerah sebesar Rp 40 triliun yang tujuannya memperbaiki infrastruktur dasar di desa-desa, baik dalam jalan desa, jembatan hingga MCK.
Menurut Sri Mulyani, Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam pembangunan MCK dibandingkan negara lain.
"Untuk orang yang tinggal di kota rasanya sudah dianggap itu adalah kebutuhan biasa, setiap rumah itu ada MCK-nya. Tapi tidak terjadi di semua desa, di semua rumah di republik ini. Kalau tidak ada MCK, tidak ada air bersih sangat mungkin anak-anaknya tidak sehat. Kalau anaknya tidak sehat plus gizinya memburuk, sangat mungkin dia akan jadi tenaga kerja atau masyarakat yang tidak produktif. Kalau tidak produktif akan jadi beban bagi tidak hanya keluarga tapi negara," tegasnya.
Oleh karena itu, dalam menjawab tantangan perekonomian Indonesia yang masih belum merata, investasi SDM dan percepatan pembangunan fasilitas dasar menjadi keputusan yang strategis, sebab hal tersebut bersangkutan dengan masa depan Indonesia.
Apalagi, kata Sri Mulyani, alokasi dana desa di 2017 meningkat menjadi Rp 70 triliun, diharapkan dana desa digunakan untuk berbagai macam kegiatan ekonomi di desa, mulai dari pelatihan pengusaha serta untuk memberikan fasilitas dasar bagi masyarakat.
"Kita semua baik di pusat dan daerah, kemampuan kita untuk memerangi persoalan kemiskinan dan kesenjangan bukan hanya masalah ada atau tidaknya uang, bahkan uang kita sekarang makin banyak. Namun tidak selalu berhubungan dengan perbaikan indeks kualitas manusianya," tukasnya. (dna/dna)