"Terlebih lagi impor kentang tersebut hanya sebatas untuk varietas atlantis yang dikonsumsi untuk keperluan khusus, dan sebagian besar dalam bentuk olahan. Namun demikian, impor tersebut dipastikan tidak akan berlanjut, karena Kementan telah menghasilkan varietas kentang dengan karakter yang sama dengan atlantis, yaitu varietas median," jelas Kepala Biro Humas-IP Kementerian Pertanian Agung Hendriadi dalam keterangan tertulis, Jumat (17/3/2017).
Agung mengatakan Indonesia sudah mulai tanam sendiri varietas median untuk memenuhi kebutuhan khusus substitusi impor. Untuk itu ke depan, dengan produksi nasional mencapai 1,2 juta ton ekspor kentang, dan kebutuhan konsumsi berkisar 1 juta ton, Indonesia diyakini bisa ekspor kentang ke negara lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya Mentan Amran Sulaiman pada pertemuan dengan petani kentang di Dieng optimistis ekspor ini bisa dicapai karena produksi nasional melebihi kebutuhan. "Karena itu, harga kentang harus bagus, agar petani bisa terus berproduksi lebih sejahtera", tegas Mentan saat itu.
Strategi peningkatan produksi ke depan adalah dengan penyediaan benih unggul dengan menumbuhkan penangkar benih untuk utamanya varietas granula dan median, pengendalian harga dan mendorong produsen makanan berbasis kentang menggunakan produksi dari varietas median.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut kentang impor masuk Indonesia sebesar 10.452 ton. Kentang impor yang masuk pada Januari-Februari 2017 tersebut nilai US$ 4,65 juta.
Baca: Kapan RI Tak Lagi Tergantung Kentang Impor? Ini Kata Mentan
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016, impor tersebut mengalami lonjakan dari sebelumnya sebesar 6.229 ton dengan nilai US$ 2,86 juta. Sementara jika dirinci dari negara asal, kentang impor paling besar didatangkan dari Jerman sebanyak 5.239 ton (US$ 2,01 juta), Kanada sebanyak 4.172 ton (US$ 1,96 juta), Inggris sebesar 700 ton (US$ 484 ribu), dan Amerika Serikat 340 ton (US$ 181 ribu).
Kentang dari negara-negara Barat tersebut hampir semuanya masuk lewat Pelabuhan Tanjung Priok. (ega/hns)