Ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, saat bertemu dan berdialog langsung dengan masyarakat nelayan di Kecamatan Kadatua, Kabupaten Buton Selatan.
Menurut Menteri Susi, hingga saat ini destructive fishing atau menangkap ikan dengan cara merusak, masih banyak ditemui dan terjadi di beberapa daerah, dengan cara menggunakan bahan peledak (bom ikan) dan juga potasium.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal ini, Susi menyesalkan karena ternyata orang Buton, Bugis dan/atau Sulawesi disebut-sebut sebagai nelayan bom ikan yang telah merusak ekosistem perairan di beberapa wilayah tersebut. Padahal, menurut Susi, nelayan Sulawesi dikenal dan diperhitungkan dunia atas kehebatan, kepandaian dan kepiawaiannya sebagai pelaut.
Untuk itu, Susi mengimbau masyarakat Buton tidak lagi menggunakan bom ikan di laut.
"Jadi kalau seperti itu kita harus bisa mengubahnya. Jangan sampai kebesaran kemaritiman orang Sulawesi dan orang Buton di capnya jadi tidak baik. Saya minta dengan kesadaran penuh, sukarela, sabar, bertaubat untuk tidak akan nge-bom karang lagi," ujar Susi.
Susi mengharapkan peran serta pemerintah daerah serta kepolisian untuk dapat menindak tegas para nelayan nakal yang masih menggunakan bom ikan dan potasium.
"Saya minta semua aparat mulai bulan April nanti tidak boleh ada lagi pengeboman atau tukang bom lagi. Dua minggu ini dipakai untuk amnesti, serahkan semua peralatan serta bahan baku (bom ikan) portas yang ada, saya tidak mau dengar lagi," tegasnya.
Adapun pemerintah, dalam hal ini KKP akan melakukan asistensi penggantian alat tangkap yang ramah lingkungan.
"Para pemilik yang biasa menyelam (menangkap ikan) pakai dinamit, pakai potas tolong untuk (diminta) menyerahkan diri dan didaftar. Nanti dari KKP akan bantu alat tangkap yang benar," tambahnya lagi.
Sejalan dengan hal itu, pemerintah telah berupaya untuk memberikan perlindungan terhadap nelayan, serta membuat peraturan yang bermanfaat bagi kesejahteraan nelayan.
"Saya membuat aturan bukan untuk menyusahkan nelayan, jangan berpikiran seperti itu. Peraturan dibuat, agar supaya ikan dilaut kita tetap banyak. Jika pemerintah memberikan bantuan sosial ada batasnya, akan ada habisnya," ujar Susi.
Hal itu tidak terlepas dari prinsip-prinsip pemerintah Presiden Jokowi yang mengutamakan kekuatan maritim, menjadikan Indonesia pusat kegiatan ekonomi kemaritiman yang dinamakan poros maritim dunia.
"Pemerintah juga ingin menjadikan laut masa depan bangsa kita, tidak hanya untuk kita saja namun juga anak cucu kita ratusan tahun kemudian. Berarti sumber daya kelautan kita harus dijaga keberlanjutan atau kelestariannya," papar Susi.
Dalam kesempatan yang sama, Susi juga mengingatkan semua nelayan yang hadir untuk mendaftarkan diri dalam program asuransi nelayan. Ia menjelaskan nilai santunan yang akan diberikan pemerintah melalui asuransi tersebut, yakni meninggal di laut Rp 200 juta atau di darat Rp 160 juta.
"Kalau sakit ada pengobatan ditanggung asuransi Rp 20 juta. Mengalami kecelakaan di laut dan cacat tetap Rp 100 juta. Tapi tentunya bukan kecelakaan karena bom ikan ya," tutupnya. (hns/dna)