Kehadiran kapal ternak juga mampu mengurangi penyusutan bobot hidup ternak rata-rata 7-12%, dibandingkan menggunakan kapal kargo yang mencapai 15-22%. Berkurangnya susut bobot hidup ternak lantaran waktu tempuh yang lebih pendek, yaitu hanya 5 hari dan tata laksana ternak selama pelayaran di kapal dan kondisi kapal yang memperhatikan kaidah animal welfare.
Terkait dengan pemberian rekomendasi penggunaan kapal ini, Ditjen PKH telah menyusun Pedoman Pelaksanaan Distribusi Ternak Melalui Moda Transportasi Laut yang menyebutkan tata cara pemberian rekomendasi penggunaan kapal khusus ternak bagi calon pengguna kapal dengan mempertimbangkan beberapa hal. Pertama proporsional ketersediaan ternak di daerah sentra produksi dengan kuota dari dinas setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi calon pengguna Kapal Ternak Camara 1 dapat mengunduh Pedoman Pelaksanaan Distribusi Ternak Melalui Moda Transportasi Laut pada website ditjennak.pertanian.go.id. Persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh calon pengguna kapal yaitu memiliki holding ground yang berfungsi sebagai tempat penampungan dan peristirahatan ternak.
"Penerima ternak harus memiliki tenaga kerja yang sesuai dengan jumlah ternak yang akan dikapalkan. Selanjutnya berkoordinasi dengan Dinas terkait, dari sejak penyelesaian perizinan pengeluaran ternak, mobilitas ternak ke kandang karantina dan pemuatan ternak ke kapal," terang siaran pers Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian, Kamis (23/2/2017)
Kuota ternak ditentukan oleh Dinas terkait di Provinsi dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang kuota pengeluaran ternak setiap tahun berdasarkan struktur populasi ternak dan dinamika supply demand di wilayah kerjanya. Jadi tidak ada kuota per pelaku usaha, karena di SK tersebut disebutkan, setiap pelaku usaha yang berbadan hukum dan terdaftar dapat mengajukan permohonan untuk mengantar ternak sapi antar pulau.
Persyaratan teknis selanjutnya bagi penerima ternak sebagai pembeli di wilayah Jabodetabek harus memiliki RPH (Rumah Pemotongan Hewan) atau akses pemotongan ternak ke RPH sebagai mitra kerjanya. Penerima ternak berkoordinasi dengan PT.PELNI Cabang dalam hal penerimaan ternak dengan menyiapkan salinan bill of lading, dokumen manifest kapal dan dokumen lainnya. Pada saat pembongkaran ternak (unloading), penerima ternak harus berkoordinasi dengan KSOP (Kantor Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan) dan Pelindo serta menyiapkan alat angkut ternak.
Penetapan rekomendasi pengguna kapal berdasarkan juga terhadap komitmen pelaku usaha menjaga harga di tingkat peternak dan konsumen. Pengguna dan penerima manfaat kapal khusus ternak harus berkomitmen untuk memanfaatkan subsidi biaya muatan ternak, adanya indikasi peningkatan harga ternak di tingkat peternak dan harga daging kompetitif. Indikasi harga tersebut dituangkan dalam bentuk laporan realisasi distribusi ternak/daging.
"Pemanfaatan kapal ternak ini diprioritaskan bagi BUMN/BUMD yang telah komitmen memanfaatkan kapal ternak bersubsidi. Hal ini dimaksudkan dalam rangka stabilisasi harga daging sapi. Namun jika pihak BUMN /BUMD mengalami kendala memenuhi kapasitas angkut, pihak Dinas peternakan Provinsi NTT akan membuka kesempatan yang sama bagi masyarakat untuk dapat memanfaatkan kapal ternak tersebut," jelas siaran pers tersebut.
Perbaikan harga jual
Sebagai informasi, pada 2016 Kapal Ternak Camara Nusantara 1 telah beroperasi sebanyak 24 kali pelayaran sejak 2 Februari - 27 Desember 2016. Total jumlah ternak yang diangkut dari Prov. NTT sebanyak 11.767 ekor, dimuat dari Pelabuhan Tenau Kupang sebanyak 11.109 ekor ras sapi Bali dan Pelabuhan Waingapu ras sapi Sumba Ongole (SO) 658 ekor.
Dengan kapasitas angkut 500 ekor setiap pelayaran, kapasitas muat ini masih kecil dibanding animo masyarakat yang cukup besar untuk menggunakan kapal ternak tersebut. Pada tahun 2018 sudah dialokasikan oleh Kementerian Perhubungan penambahan menjadi 6 unit kapal. Pemanfaatan kapal ternak ini akan terus dievaluasi untuk perbaikan ke depan.
Sebagai benefit utama dari beroperasinya kapal ternak Camara Nusantara 1 ini, yaitu adanya perbaikan harga jual ternak di tingkat peternak serta adanya penurunan harga jual di tingkat konsumen sapi.
Berdasarkan hasil evaluasi pada tahun 2016, terdapat kenaikan harga jual sapi hidup yang dinikmati oleh peternak yaitu dari harga rata-rata Rp 29.000/kg bobot hidup (BH) sebelum adanya kapal ternak, menjadi Rp 32.000/KgBH, atau terdapat rata-rata peningkatan harga di tingkat peternak sebesar 10,34%.
Sementara untuk harga jual sapi di tingkat konsumen terdapat rata-rata penurunan harga jual dari Rp. 46.000/KgBH menjadi Rp 43.000/ KgBH atau terdapat rata-rata penurunan harga jual ternak sebesar 6,52%.
Pada tahun 2018 sudah dialokasikan oleh Kementerian Perhubungan penambahan menjadi 6 unit kapal. Pemanfaatan kapal ternak ini akan terus dievaluasi untuk perbaikan ke depan. Selain itu juga, akan tetap dilakukan kordinasi dan monitoring pada tingkat pengaturan tataniaga ternak setelah sampai di tujuan serta dampaknya terhadap penjualan daging pada masyarakat. (hns/dna)