Praktiknya, bagi masyarakat yang membeli barang secara online dan langsung dari luar negeri serta pengirimannya menggunakan perusahaan jasa titipan dan PT Pos Indonesia maka secara otomatis tidak dikenakan bea masuk.
Kebijakan baru itu berlaku hanya untuk satu barang atau lebih dari satu barang yang jika ditotal harganya masih di bawah US$ 100, serta berlaku untuk satu hari penuh.
Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Ditjen Bea dan Cukai Deni Surjantoro mengatakan, jika masyarakat yang melakukan pembelian barang dari luar negeri di bawah US$ 100 namun lebih dari satu barang dan dikirim dalam hari yang sama, maka barang tersebut tetap dikenakan tarif bea masuk.
"Bebas tarif bea masuk ini berlaku dalam 1 invoice yang totalnya tidak melebihi US$ 100, kalau beli barang misalnya 3, satu barangnya US$ 90, kalau itu dalam satu invoice akan kena tarif," kata dia saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (24/3/2017).
Pengenaan tarif bea masuk, kata Deni, sebagai antisipasi DJBC bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan celah dari kebijakan baru ini. Pasalnya, sebelumnya batasan barang kiriman dari luar negeri hanya sebesar US$ 50.
"Kalau misalnya di cicil kirim barang 2 kali sehari dengan US$ 100 itu tidak masalah, kalau misalnya dalam satu hari itu ada 3 pengiriman bea cukai justru akan mengenakan pajak, karena kan ada datanya," tambahnya.
Menurut dia, bagi masyarakat yang nekat mendatangkan lebih dari satu barang dengan harga satuannya US$ 100, maka pengenaan tarifnya bisa lebih besar dari yang biasanya.
Dia mencontohkan, misalnya harga satu barang impor US$ 100, jika membeli 3 maka totalnya US$ 300, dan DJBC akan mengenakan tarif kepada seluruhnya. Padahal, jika harga satu barang US$ 120, maka yang jadi dasar perhitungan tarif bea masuk adalah selisih harga dari yang ditetapkan.
"Kenanya itu pajaknya itu bukan US$ 300 dikurang US$ 100, tapi US$ 300 itu kena pajak, semuanya jadinya, besaran pajaknya sesuai dengan jenis barangnya," tandasnya. (dna/dna)