BPK Temukan Masalah di Proyek Listrik 10.000 MW

BPK Temukan Masalah di Proyek Listrik 10.000 MW

Faiq Hidayat - detikFinance
Kamis, 06 Apr 2017 13:21 WIB
Foto: Muhammad Nur Abdurrahman
Jakarta - Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Harry Azhar menyampaikan beberapa ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS) II tahun 2016 dalam sidang paripurna DPR. Hasil IHPS II tersebut, BPK menemukan masalah pengelolaan rantai suplai, pembangunan pembangkit listik 10.000 MW dan penyelenggaraan jaminan sosial.

"IHPS II tahun 2016 memuat ringkasan dari 604 laporan hasil pemeriksaan meliputi 81 LHP 13% pada pemerintah pusat, 489 LHP 81% pada Pemda dan BUMD, serta 34 LHP 6% pada BUMN dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaan LHP dimaksud terdiri dari 9 LHP 1% keuangan, 316 LHP 53% kinerja, dan 279 LHP 46% dengan tujuan PDTT," kata Harry saat memberikan laporan di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2017).

Harry menjelaskan, pengelolaan rantai suplai pada SKK Migas dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada kontraktor kontrak kerja sama, belum didukung sistem pengendalian intern yang memadai. "Dan belum dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Harry.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, kata dia proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW periode 2015-2016, bahwa PLN belum mampu merencanakan secara cepat dan belum menjamin kesesuaian dengan ketentuan serta kebutuhan teknis. Ini merupakan proyek lanjutan FTP I.

Permasalahan yang perlu diperhatikan, lanjut dia, pembangunan PLTU Tanjung Balai Karimun, PLTU Ambon, PLTU 2 NTB Lombok, PLTU Kalbar 2 terhenti mangkrak dan PLTU Kalbar 1 berpotensi terhenti.

"Hal itu mengakibatkan pengeluaran PLN sebesar Rp 609,54 miliar dan US$ 78,69 juta untuk membangun PLTU itu tidak memberikan manfaat. PLN juga belum mengenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan PLTU sebesar Rp 704,87 miliar dan US$ 102,46 juta," kata dia.

Lanjut dia, penyelenggaraan jaminan sosial nasional tidak sesuai dengan undang-undang nomor 24 tahun 2011 tentang peraturan terkait jaminan sosial. Di mana perbedaan manfaat atas berbagai jenis peserta jaminan sosial, serta dualisme makna pensiun dalam program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun.

Temuan lain BPK terkait pengelolaan kas pemerintah. Salah satunya ada 8.251 rekening pemerintah senilai Rp 17,97 triliun tidak tercatat dalam penatausahaan rekening pemerintah pada 31 Oktober 2016.

"Hasil pemeriksaan menunjukan kewenangan dan lingkup, manajemen perencanaan kas, dan pengelolaan saldo kas belum efektif untuk menjamin likuiditas dan optimilisasi kas pemerintah," tutup dia. (mkj/mkj)

Hide Ads