Akan tetapi sayangnya potensi peningkatan itu tidak bisa diukur secara akurat, meskipun data wajib pajak sudah di tangan.
"Potensi penerimaannya tidak bisa kita ukur secara akurat, karena sistem pajak kita self assessment, jadi tergantung dari kondisi dan pelaporan pajak para wajib pajak tersebut," ungkap Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama saat acara Media Gathering Ditjen Pajak di Tanjung Pandan, Belitung, Selasa (18/4/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu ada tambahan 52.757 wajib pajak (WP) baru, dari total peserta tax amnesty 972.530 WP. WP baru tersebut diharapkan mampu menjadi sumber penerimaan baru pada APBN.
Dalam situasi normal, pertumbuhan pajak setiap tahunnya diukur dari pertumbuhan ekonomi yang ditambahkan dengan inflasi serta extra effort dari petugas pajak.
"Potensi penerimaannya relatif tidak signifikan, tetapi yang kita lihat adalah adanya awareness mereka untuk ikut tax amnesty, seperti juga terdapat 249 ribu WP yang sudah terdaftar tapi selama ini tidak pernah lapor/bayar pajak, dan mereka ikut tax amnesty," paparnya.
Baca juga: Tagih Janji Dana Rp 1000 T Pulang Kampung ke RI dari Tax Amnesty
Realisasi penerimaan amnesti pajak sesuai SSP mencapai Rp 134,99 triliun, dengan uang tebusan sebesar Rp 114,23 triliun, pembayaran tunggakan Rp 19,02 triliun dan pembayaan bukper sebesar Rp 1,75 triliun.
Sedangkan dari komposisi harta, terdapat deklarasi dalam negeri sebesar Rp 3.697,94 triliun, deklarasi luar negeri sebesar Rp 1.036,37 triliun, dan repatriasi sebesar Rp 122,3 triliun.
Hanya saja, Hestu tidak mengetahui nilai tebusan 52.757 WP baru ini. "Enggak kita belum tahu, enggak kita pantau tapi ada WP baru," tambahnya.
Meski demikian, Hestu memastikan, pelaksanaan tax amnesty tidak bisa dibilang tidak memiliki manfaat terhadap perekonomian nasional. Pasalnya, deklarasi harta yang mencapai Rp 4.881 triliun menjadi basis data Ditjen Pajak ke depan dalam mengejar penerimaan pajak.
"Selama ini mereka enggak lapor dengan baik, sekarang mereka lapor nah ini kan enggak cuma dilihat hartanya, tapi bagaimana mereka selama ini memperoleh penghasilan. Kemudian dari harta itu ada penghasilan penghasilan. Nah selama itu penghasilan tadi termasuk penghasilan data itu secara general mereka enggak laporkan di SPT dan enggak dibayar pajaknya," jelas Hestu.
"Ke depan makanya saya selalu bilang diawasi sekarang. Diawasi enggak boleh lagi 2016 dan seterusnya itu SPT nya sama dengan tahun 2015 dan sebelumnya," tandasnya. (mkj/mkj)











































