Begini Cara Kementan Ajak Pemuda Turun ke Sawah

Begini Cara Kementan Ajak Pemuda Turun ke Sawah

Danang Sugianto - detikFinance
Sabtu, 22 Apr 2017 12:18 WIB
Ilustrasi Foto: Yulida Medistiara/detikFinance
Gorontalo - Kementerian Pertanian (Kementan) mengubah skema penyaluran bantuan alat mesin pertanian (alsintan) dengan membentuk brigade. Brigade itulah yang nantinya akan mengelola alsintan dari pemerintah untuk dimanfaatkan oleh petani.

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Yanuardi menjelaskan, sebelumnya bantuan alsintan diberikan melalui kelompok tani. Namun ternyata banyak alsintan baik para maupun pasca panen tidak digunakan secara maksimal.

"Jadi masuk ke kelompok, kelompok merasa memiliki jadi kelompok lain tidak dipinjamkan. Kita amati banyak traktor banyak alat panen yang tidur tidak dipakai, dipakainya sekali setahun. Pakai sekali kemudian tidur," tuturnya di Gorontalo, Sabtu (22/4/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atas dasar itulah, tahun ini Kementerian Pertanian mengubah skema penyalurannya dengan membentuk brigade. Brigade yang akan menampung alsintan milik pemerintah yang kemudian nantinya akan dipinjamkan ke petani sesuai kebutuhannya saja.

"Jadi kelompok petani A mau minjam tinggal hubungi brigade. Ada lagi kelompok B pindah lagi ke sana. Jadi dipakai secara maksimal, tidak ada lagi alat yang nganggur. Tujuannya bisa serentak tanam, serentak panen. Dipakai ketika panen, bajak, tanam, akhirnya alat itu berputar terus, itu tujuannya," terangnya.

Lewat brigade pemerintah juga berharap bisa menarik para pemuda desa untuk menjadi operator alsintan. Sehingga dengan begitu bisa meningkatkan kembali minat para pemuda desa untuk turun kesawah.

"Selama ini pemuda malas masuk ke sawah. Kalau kata Pak Menteri dengan adanya teknologi mereka bekerja hanya duduk, bisa sambil menelpon pacarnya. Kita ingin pemuda-pemuda itu masuk ke sawah lewat teknologi," imbuhnya.

Skema brigade sebenarnya sudah di mulai di Grontalo. Provinsi ini sudah terbilang sukses menerapkan skema brigade.

Kadis Pertanian Gorontalo Mulyadi Mario menjelaskan, gagasan menerapkan brigade di Grontalo didasari ketika para petani teriak mahalnya biaya sewa alsintan. Bahkan ada kelompok tani yang menyewakan alsintan dari pemerintah ke petani lainnya.

"Pola bantuan sebelumnya kan diserahkan ke kelompok. Tapi kenyataannya ketua-ketua kelompok ini menguasai alat itu kemudian disewakan. Sewanya bervariasi dari Rp 1,5-2 juta per hektar sampai siap tanam," imbunya.

Namun kini Gorontalo sudah membentuk brigade yang terbagi dalam 1 brigade provinsi. Brigade provinsi itu membawahi kabupaten/kota yang membentu 5-6 rayon layanan.

"Birgade provinsi sifatnya menunjang rayon, kalau rayon-rayon kekurangan alat baru dipinjamkan," terangnya.

Mulyadi menjelaskan, untuk mekanisme peminjaman, petani harus mengajukan permohonan yang diketahui terlebih dahylu oleh kepala desa. Hal itu sebagai bentuk pernyataan bahwa benar ada lahan yang harus digarap.

"Kemudian diajukan ke kabupaten/kota. Saat itu baru diproses," imbuhnya.

Mulyadi mengatakan, petani tidak harus membayar sewa alsintan ke brigade. Namun ada biaya-biaya yang harus ditanggung seperti biaya operator, bahan bakar dan pengiriman.

"Ya kurang lebih hanya Rp 600-700 ribu per hektar itu bedanya saja sudah jauh," tukasnya.

Untuk operator birgade di Gorontalo telah menyerap 250 orang. Namun kebutuhan operator alsintan di Gorontalo mencapai 400 orang sehingga masih dibutuhkan tenaga operator sebanyak 150 orang.

Minat para penduduk desa di Gorontalo untuk menjadi operator brigade cukup besar. Bagaimana tidak, meski tidak digaji tapi mereka bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp 900 ribu per hari.

"Jadi per hektar operator bisa dapat Rp 300 ribu. Per hari dia bisa garap 3 hektar. Karena saya minta kumpulkan dulu hingga 25 hektar kalau ada permintaan. Setelah 25 hektar baru saya kirim. Karena 1 alat minimal bisa garap 25 hektar," tandasnya. (ang/ang)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads