Kantor Statistik Nasional (ONS) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi yang melambat disebabkan karena penjualan eceran yang melambat dan juga didorong oleh konsumsi di sektor perhotelan dan jasa transportasi.
Utamanya, hal ini disebabkan karena kenaikan harga yang didorong oleh melemahnya nilai tukar Poundsterling setelah keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau Brexit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat di Inggris cukup terkejut pasca keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Namun kini sinyal tersebut tak terlalu berdampak.
"Pertumbuhan ekonomi yang melemah didukung oleh menurunnya konsumsi dan investasi seiring dengan referendum Inggris untuk keluar dari Uni Eropa," jelas Senior Economic Adviser at PwC Andrew Sentance seperti dikutip CNN, Jakarta, Minggu (30/4/2017).
Pelemahan dalam tiga bulan pertama 2017 ini membuat Inggris semakin sulit untuk meraih target pertumbuhan ekonomi 2% di tahun ini yang diprediksi oleh International Monetary Fund (IMF).
"Ketika perlambatan ini menjadi sebuah ketakutan, masa ini menjadi tahun kedelapan dan pasar tenaga kerja sudah sangat padat," tutur Senior Economist at German Bank Berenberg, Kallum Pickering.
Perdana Menteri Inggris Theresa May diperkirakan memulai negosiasi dengan Uni Eropa mengenai keluarnya Inggris dari serikat negara Eropa. Berbagai pihak juga diharapkan dapat menyetujui kesepakatan perdagangan antara Inggris dengan negara-negara anggora Uni Eropa ke depan.
Theresa May memberikan sinyal bahwa pemilihan umum akan dimulai pada 8 Juni dengan harapan bisa memperkuat konsolidasi di parlemen. Diperkirakan, Inggris akan meninggalkan pasar Eropa dan memulai era perdagangan baru.
Berenberg memperkirakan, Brexit akan memberikan dampak jangka panjang yang membuat pelemahan ekonomi Inggris dari 2,2% menjadi 1,8%. (dna/dna)