Hal tersebut diungkapkan Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri saat acara Diskusi Menggali Keadilan Ekonomi Dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Kantor Tempo, Jakarta, Kamis (4/5/2017).
"Seperti saya katakan, ketimpangan itu bukan hal tidak bisa dihindarkan. Bukan sesuatu yang tak bisa terhindarkan, ketimpangan itu hasil dari suatu proses dan mekanisme," kata Faisal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, ekonomi kelompok kaya tumbuh lebih tinggi dibandingkan miskin karena lebih bisa mencari celah untuk mendapatkan keuntungan.
Ketika ekonomi mulai melambat, kelompok miskin terkena dampak yang lebih berat, di mana turunnya lebih cepat karena tidak memiliki pondasi cukup kuat. Sehingga muncul rentang ekonomi yang cukup lebar. Sekarang gini ratio ada di posisi 0,39.
"Nah sangat sulit untuk mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan kalau pertumbuhan ekonominya melambat, karena kue ekonominya kecil, jadi tumbuhnya itu harus bagus," tambahnya.
Selain itu, kata Faisal, masih rendahnya pertumbuhan ekspor sektor manufaktur juga menjadi penyebab ketimpangan di Indonesia. Padahal, dikatakan dia, sektor manufaktur merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja.
"Padahal itu yang mendorong produktifitas nasional, karena kalau produksi naik, upah naik, kesejahteraan naik, kalau manufaktur kita lemah, maka akan sulit atasi ketimpangan," tukasnya. (mkj/mkj)