Ketua Umum APPBI, Stefanus Ridwan, menjelaskan salah satu yang membuat pertumbuhan industri mal tak mengalami perkembangan pesat ialah, karena lamanya return of investment atau balik modal, dalam berbisnis pusat perbelanjaan modern itu.
"Sekarang return of investment kita sukses saja, sukses banget 10 tahun. nah sukses atau sedang" pasti di atas 12 tahun. jadi saya kira kenapa bisa begitu?," ujarnya di Rakornas APPBI di Hotel Sheraton Grand, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Walaupun dirinya tak merinci berapa persen perbandingan peningkatannya, Stefanus hanya mengatakan, perkembangan industri mal sudah tidak sepesat dulu. Dirinya hanya menjelaskan, bahwa sekitar 10 hingga 20 tahun yang lalu, pebisnis mal tak terlalu lama untuk bisa balik modal.
"Tahun 90-an itu semua pusat belanja empat tahun bisa BEP (Break Event Point/balik modal), kok sekarang bisa dua kali lipat bisa lebih, sebab penyewa kita bayarnya semakin lama semakin sedikit," terangnya.
Artinya, saat ini pengusaha mal butuh waktu 8 tahun lebih untuk bisa balik modal. Lamanya waktu balik modal, menurut Stefanus, ialah karena pajak yang dikenakan terhadap bisnis pusat perbelanjaan pun kian memberatkan pengusaha mal.
"Jadi, dan pajaknya makin lama makin berat. Dulu kita pajak buat mal itu pajak corporate biasa, tergantung untungnya berapa. Kemudian sekarang, enggak peduli mal untung atau rugi, PPh-nya (pajak penghasilan) final," terang kata.
Tak hanya pajak penghasilan, ia mengatakan pajak untuk iklan pun angkanya sudah terlalu tinggi. Kemudian, ada pajak-pajak lainnya lagi yang ditanggung pengelola pusat belanja.
"Dulu (PPh) sekira pajaknya 4%, sekarang 10%. Pajak iklan jangan tanya, pajaknya selangit. Dulu kita enggak perlu bayar kan kalau ada musik di mal, sekarang ada yang harus kita bayar," terangnya.
Ditambah lagi, perkembangan teknologi yang kian meningkat saat ini. Bisnis belanja online, atau e-commerce juga sedikit banyak mempengaruhi minat masyarakat untuk berbelanja langsung ke pusat perbelanjaan. Stefanus mengakui, perkembangan e-commerce juga mempengaruhi pusat perbelanjaan modern yang berbasis offline.
"Kalau kita lihat online dan offline, katanya kita offline, order getting lost. Minat masyarakat datang atau belanja di pusat perbelanjaan itu tidak menurun. Cuma (online) memang mempengaruhi. Online Transaksinya masih jauh di bawah 1%, lebih rendah cuma memang kenaikannya pesat sekali," tukasnya.
(dna/dna)