Kondisi itu memberi efek domino yang positif pada sejumlah sektor usaha. Salah satunya adalah meningkatnya pemanfaatan angkutan logistik untuk mengantar berbagai produk yang ditransaksikan.
Sayang, fenomena ini malah berbanding terbalik bagi industri kargo melalui angkutan udara. Indonesia Cargo Association Air Carriers (IACA) mencatat, industri kargo udara mengalami penurunan pada tahun 2016 lalu. Dari 800 ribu ton pada tahun 2015, menjadi 700 ton di tahun 2016. Apa penyebabnya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Era sekarang adalah era e-commerce. Jadi adanya rencana Alibaba bangun hub di Kuala Lumpur (Malaysia) itu membuat posisi tawar Indonesia harus lebih keras lagi. Padahal sebetulnya, pasar terbesarnya Indonesia," kata dia dalam acara Air Cargo Summit, di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
Belajar dari negara tetangga, harusnya Indonesia bisa menyediakan aturan yang bisa mempermudah arus barang-barang e-commerce yang masuk maupun keluar Indonesia. Ini sesuai dengan kebutuhan konsumen e-commerce yang ingin barang yang dibelinya datang dengan cepat.
"Kenapa Alibaba memilih Kuala Lumpur? karena satu, pemerintah Malaysia menyiapkan fasilitasnya 100%. Jadi mereka membangun kapasitas, membuat peraturan baru khusus untuk custom, isitilahnya freeflow, karena e-commerce itu tidak bisa menunggu. Jadi harus cepat," sambungnya.
Lebih lanjut Boyke mengatakan, Indonesia harus memperbaiki berbagai sektor untuk dapat menggaet pihak e-commerce. Salah satunya masalah kemudahan-kemudahan dalam melakukan layanan tersebut.
"Tapi kita harus mulai dari kecil dulu, supaya kita tidak ketinggalan untuk ikut dalam peran e-commerce. Kan e-commerce itu tidak hanya Alibaba, ada Amazon, Lazzada, banyak sekali. Dan mereka bicara bukan hanya satu-dua juta dollar, tapi billion. Contohnya berapa ratus billin China itu bertransaksi. Itu US$ 850 milar tahun 2015 hanya untuk e-commerce. Bisa dibayangkan kalau angka itu ada di Indonesia. Nah kenapa China bisa? Karena ada kemauan," tukasnya. (dna/mkj)