Makin Banyak Orang Belanja Online, Kok Industri Kargo RI Turun?

Makin Banyak Orang Belanja Online, Kok Industri Kargo RI Turun?

Fadhly F Rachman - detikFinance
Rabu, 17 Mei 2017 15:50 WIB
Foto: Dikhy Sasra
Jakarta - Meningkatnya penggunaan internet di Indonesia memicu pertumbuhan transaksi secara online atau yang biasa dikenal dengan e-commerce. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pelaku usaha e-commerce naik 17% menjadi 26,2 juta.

Kondisi itu memberi efek domino yang positif pada sejumlah sektor usaha. Salah satunya adalah meningkatnya pemanfaatan angkutan logistik untuk mengantar berbagai produk yang ditransaksikan.

Sayang, fenomena ini malah berbanding terbalik bagi industri kargo melalui angkutan udara. Indonesia Cargo Association Air Carriers (IACA) mencatat, industri kargo udara mengalami penurunan pada tahun 2016 lalu. Dari 800 ribu ton pada tahun 2015, menjadi 700 ton di tahun 2016. Apa penyebabnya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ketua IACA, Boyke Soebroto, Indonesia masih kurang sigap dalam menggaet industri e-commerce. Hal itu bisa dilihat dari langkah pelaku e-commerce raksasa dunia yang lebih memilih negara tetangga sebagai basis operasinya ketimbang Indonesia.

"Era sekarang adalah era e-commerce. Jadi adanya rencana Alibaba bangun hub di Kuala Lumpur (Malaysia) itu membuat posisi tawar Indonesia harus lebih keras lagi. Padahal sebetulnya, pasar terbesarnya Indonesia," kata dia dalam acara Air Cargo Summit, di Hotel Grand Mercure, Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Belajar dari negara tetangga, harusnya Indonesia bisa menyediakan aturan yang bisa mempermudah arus barang-barang e-commerce yang masuk maupun keluar Indonesia. Ini sesuai dengan kebutuhan konsumen e-commerce yang ingin barang yang dibelinya datang dengan cepat.

"Kenapa Alibaba memilih Kuala Lumpur? karena satu, pemerintah Malaysia menyiapkan fasilitasnya 100%. Jadi mereka membangun kapasitas, membuat peraturan baru khusus untuk custom, isitilahnya freeflow, karena e-commerce itu tidak bisa menunggu. Jadi harus cepat," sambungnya.

Lebih lanjut Boyke mengatakan, Indonesia harus memperbaiki berbagai sektor untuk dapat menggaet pihak e-commerce. Salah satunya masalah kemudahan-kemudahan dalam melakukan layanan tersebut.

"Tapi kita harus mulai dari kecil dulu, supaya kita tidak ketinggalan untuk ikut dalam peran e-commerce. Kan e-commerce itu tidak hanya Alibaba, ada Amazon, Lazzada, banyak sekali. Dan mereka bicara bukan hanya satu-dua juta dollar, tapi billion. Contohnya berapa ratus billin China itu bertransaksi. Itu US$ 850 milar tahun 2015 hanya untuk e-commerce. Bisa dibayangkan kalau angka itu ada di Indonesia. Nah kenapa China bisa? Karena ada kemauan," tukasnya. (dna/mkj)

Hide Ads