Sedikitnya ada 3 opini yang diberikan BPK dalam pemeriksaan laporan keuangan tahun 2016 ini, antara lain wajar tanpa pengecualian (WTP), wajar dengan pengecualian (WDP), dan disclaimer atau tidak menyatakan pendapat.
Anggota I BPK, Agung Firman Sampurna mengungkapkan, opini WTP yang diberikan BPK kepada Kementerian Lembaga (K/L) tidak serta merta membuat laporan keuangan bebas dari kesalahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung mencontohkan, ada beberapa kelemahan di pengendalian internal salah satunya di Kementerian Perhubungan. Misalnya, sistem pengendalian pendapatan terutama dalam PNBP di Direktorat Jenderal Laut dan Direktorat Jenderal Udara belum memadai dan sistem pengendalian aset yang juga dinilai belum memadai.
"Sistem pengendalian aset pada penataan usaha persedian Rp 10,37 miliar pada 4 Satker di 3 Eselon I belum memadai," ujar Agung.
Selain itu, BPK juga menemukan ketidakpatuhan dalam pengelolaan PNBP sekurang Rp 544,27 juta pada 3 Satker Badan Layanan Umum belum memadai. Selain itu ada potensi kelebihan bayar pekerjaan sebesar Rp 15,05 miliar pada empat eselon I untuk pekerjaan yang belum dibayarkan sepenuhnya.
Dalam hal ini, BPK berharap Kementerian Perhubungan dapat menindaklanjuti temuan tersebut dan memberikan rekomendasi kepada Kementerian Perhubungan.
BPK mencatat dari 2004 sampai 2016 ada 367 temuan dan 768 rekomendasi BPK terhadap Kementerian Perhubungan dengan nilai Rp 1,84 triliun dan US$ 1,02 juta. Dari 768 rekomendasi, Kementerian Perhubungan telah menindaklanjuti 622 rekomendasi atau 81% dengan nilai Rp 526,78 juta dan US$ 166,8 ribu.
Sedangkan sebanyak 144 rekomendasi atau 18,75% dari total rekomendasi Rp 1,31 triliun dan US$ 855.000 dalam proses. Kemudian ada dua temuan lainnya yang tidak bisa ditindaklanjuti dengan alasan yang bisa terima. (mkj/mkj)











































