Tanpa 2 kewenangan yang selama ini dimiliki penegak hukum tersebut, dianggap membuat kinerja lembaga wasit persaingan usaha ini kurang gesit dalam pengungkapan kasus kartel.
Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf, mengatakan pihaknya tak kehabisan akal untuk pengungkapan kasus kartel. Salah satunya lewat pengajuan aturan whistleblower untuk dibebaskan dari hukuman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Whistleblower ini jadi salah satu poin dari amandemen. Biasanya dari 4 perusahaan yang bersengkongkol, ada 1 yang melapor ke KPPU karena untungnya merasa paling sedikit," ujar Syarkawi di kantor KPPU, Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Lanjut dia, KPPU mengusulkan pelaku usaha yang menjadi whistleblower dibebaskan dari hukuman denda. Di sisi lain, untuk menciptakan efek jera, pihaknya tengah mengegolkan agar hukuman denda maksimum bisa 30% dari omzet.
"Daripada kena denda 30% dari penjualan, lebih baik mengaku. Karena kalau didenda bisa sangat tinggi. Itu berlaku kalau masih dalam penyelidikan, kalau sudah masuk persidangan tak bisa lagi," ujar Syarkawi.
Menurut dia, aturan whistleblower ini jadi solusi untuk memudahkan ruang gerak investigator KPPU mengungkap kasus kartel, lantaran kewenangan menggeledah, menyita, bahkan menyadap tak bisa dipenuhi.
"Kita enggak punya kewenangan sadap, ya kita manfaatkan ini. Nanti biar pelaku usaha beberkan bukti-bukti kartel. Dengan ancaman hukuman tinggi, saya kira ini efektif," terang Syarkawi.
Di sisi lain, pihaknya sebenarnya tetap masih bisa melakukan penggeledahan dan penyitaan ketika mengusut kasus kartel, tentunya dengan bantuan aparat penegak hukum. (idr/dna)