Hasil rapat Sri Mulyani dengan Komisi XI beberapa waktu lalu memutuskan pertumbuhan ekonomi 5,2-5,6%, tingkat inflasi 2,5%-4,5%, nilai tukar rupiah Rp 13.300-Rp 13.500 per US$, tingkat bunga SPN 3 Bulan 4,8-5,6%.
"Dengan komposisi ini RAPBN 2018 diperkirakan volume dari sisi belanja akan mencapai Rp 2.204-Rp 2.349 triliun, dan defisitnya didesain pada kisaran 1,9%-2,3%, di mana primary balance itu akan ada di kisaran Rp 50-99 triliun," kata Sri Mulyani di Ruang Komite IV DPD, Jakarta, Rabu (21/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan upaya tersebut, diperkirakan pada postur RAPBN untuk kesejahteraan berada di level 5,2-5,6% yang diharapkan mempengaruhi tingkat pengangguran yang turun di level 5,1-5,4%, kemiskinan akan turunkan di antara 9,5-10%, gini rasio 0,38, dan IPM kita di 71,5.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi pengaruhnya pada sektor kesempatan kerja, maka konsumsi tetap berada dikisaran 5%, investasi tumbuh dikisaran 6-6,6%, ekspor pulih antara 5-5,5%, impor tumbuh 4-4,8%.
"Ini dari sisi komposisi sektornya, produksinya pertanian 3,5-38% bisa tumbuh, pertanian selama ini tumbuhnya bagus, pertambangan akan pulih tapi tidak cepat baik dari harga maupun growth-nya, hanya 1,3-1,6%, ini akan pengaruhi daerah Kalimantan, Sumatera dan Papua, industri 4,8-5,3%, konstruksi 6,5-6,9%, perdagangan 5,3-5,8%, sektor jasa lain relatif tumbuh tinggi, seperti transportasi gudang 8-8,5%, informasi 10-11%, jasa keuangan 9,9-10,5%," kata dia.
Dengan begitu, maka Belanja negara dalam RAPBN 2018 akan mencapai Rp 2.204 triliun-Rp 2.349 triliun dengan defisitnya didesain pada kisaran 1,9%-2,3%, dan primary balance dikisaran Rp 50 triliun-Rp 99 triliun.
"Dengan amplop yang sebesar itu, apa yang kita harapkan dengan kebijakan fiskal kita, tema dari 2018 adalah memacu investasi infrastruktur untuk pertumbuhan pemerataan, dengan tema kebijakan fiskal untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, lalu bagaimana memperbaiki sisi produktivitas, menjaga daya beli dan risiko, ini baik dari sisi belanja maupun pembiayaan harus ada dimensi perbaiki produktivitas, efisiensi," ungkap dia.
Untuk posturnya sendiri, Mantan Direktur Bank Dunia ini menyebutkan hanya berdasarkan persentase terhadap PDB. Seperti perpajakan 11%-12%, PNBP 1,8%-2%, hibah 0,05-0,07%, maka pendapatan negara menjadi 12,9%-14,1%, belanja negara 15,1%-16%, dan defisitnya antara 1,9%-2,3%, sedangkan keseimbangan primernya 0,6-0,4% dari PDB.
Dari belanja yang sekitar 15%-16% dari PDB, untuk belanja pusat antara 9,1%-10%, belanja K/L 5,2%-6,2%, belanja non K/L termasuk subsidi bunga dan lain-lain antara 3,9%-4,3% dari% PDB. Sedangkan, transfer ke daerah 5,6-5,8%.
"Dengan adanya belanja yang lebih tinggi dari pendapatan, maka kita akan defisit di mana pembiayaan sekitar 3,2-3,5% dari GDP, loan dari bilateral dan multilateral antara 0,2-0,5%, dari sisi pembiayaan ini termasuk amortisasi yaitu pencicilan dari utang kembali antara 0,9-1,2%," tutupnya. (mkj/mkj)











































