Hal tersebut disampaikan Ketua Komite IV DPD, Ajiep Padindang, saat memimpin rapat kerja Tim Anggaran Komite I, II, III, IV dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan kementerian PPN, di Kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Rabu (21/6/2017).
Masalah lain yakni, staf pendamping yang kurang kompeten. Karena itu, daerah kesulitan dalam membuat laporan yang sesuai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ajiep menyampaikan, rapat dengar pendapat Komite IV ini dilaksanakan untuk mendapat informasi dari Sri Mulyani dan kementerian PPN/Kepala Bappenas, mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok kebijakan fiskal KEM PPKF, serta dana transfer ke daerah dalam RAPBN 2018.
Menurut Ajiep, DPD sudah sesuai kewenangannya untuk membahas hubungan pusat dan daerah, dana transfer daerah, Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan dana desa. Khusus DAU, kesimpulan Komite IV yakni semoga 2018 ketetapan DAU dalam RAPBN tidak sama dgn RAPBN 2017 yang tidak bersifat final. Ajiep menambahkan, desa mengandalkan dana transfer ke daerah karena 75-80% pendapatan daerah dari DAU.
Senada dengan Ajiep, Wakil Ketua Komite IV DPD, Ghazali Abbas, mengatakan penyusunan dana transfer harus ada buku panduannya. "Ini jadi masalah karena penyusunan laporannya. Sementara aparat desa terbatas kemampuannya. Oleh karena itu kami di daerah butuh buku panduan yang bisa digunakan setiap saat untuk menyusun laporan," ucap senator Dapil Aceh tersebut.
Di kesempatan yang sama Ketua Komite II DPD, Parlindungan Purba, meminta agar DBH ke daerah bisa transparan.
"Masyarakat ingin peroleh DBH yang transparan, karena di daerah masyarakat desa sudah tidak percaya dengan Musrenbang. Sebab apa aspirasi masyarakat tidak disampaikan di Musrenbang? Jadi orang di daerah sudah tidak peduli dengan Musrenbang," katanya.
Senator Kepulauan Riau, Harpinto Tanuwidjaja, juga meminta agar ada skema pembiayaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bagi warga di provinsi kepulauan. Dia berharap program prioritas untuk pendidikan bisa diterapkan di Kepulauan Riau.
"Peminat sekolah pelayaran itu sangat tinggi, mencapai ribuan peminat. Tapi karena tidak ada akses dan harus keluar pulau, maka masyarakat jadi enggan. Ini akan membantu jika ada skema khusus gratis, atau ada pembiayaan lain, apakah ini masuk ke prioritas nasional untuk pembiayaan sekolah di Kepri. Banyak daerah juga yang mengalami, hal ini penting untuk tingkatkan produktivitas masyarakat di daerah," kata Harpinto.
Dalam pemaparannya, Sri Mulyani mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi kondisi ekonomi dunia. Soal kerangka ekonomi makro 2018, kondisi ekonomi dunia sudah agak pulih di awal 2017 diharapkan sampai 2018.
"Meskipun masih ada risiko dari politik, proteksionisme perdagangan, rebalancing, dan harga komoditas yang tidak mengalami pemulihan dengan cepat," jelasnya.
Menurut Sri, pertumbuhan ekonomi Indonesia, diperkirakan pada kisaran 5,2%-5,6%, yang bisa didorong dengan percepatan dan perbaikan pola penyerapan anggaran pemerintah, pembangunan infrastruktur dasar dan proyek fisik yang terfokus pada pemerataan antar wilayah dan peningkatan kerja sama bilateral untuk ekspor produk utama yang bernilai tambah tinggi.
"Rata-rata nilai tukar rupiah pada 2018 diperkirakan berada pada kisaran Rp 13.300-13.500 per US$. Tentu saja penguatan rupiah ini didorong oleh beberapa faktor seperti kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik, keberhasilan tax amnesty dan terjaganya tingkat inflasi," kata Sri.
Terkait dengan kesepakatan asumsi dasar ekonomi makro 2018 dengan komisi IX dan Badan Anggaran, Sri mengatakan, dengan kisaran target pertumbuhan ekonomi 5,2%-5,3%, tentu dalam menyusun RAPBN 2018 itu pihaknya menggunakan satu titik dan tidak menggunakan kisaran. Karena itu masih dibutuhkan analisis lagi berapa titik angka pastinya untuk asumsi dasar ekonomi makro 2018.
Untuk alokasi dana haruslah memperhatikan output atau hasilnya, sehingga efektivitasnya bisa terukur.
"Anggaran pendidikan pada 9 tahun yang lalu yakni Rp 140 triliun. Sekarang menjadi Rp 400 triliun, padahal belum efektif tingkatkan kualitas SDM kita," ucap Sri.
Menurut Sri, soal DAU yang dinamis itu merupakan tanggungjawaban pemerintah pusat. Karena di saat tertentu harga barang naik dan turun, maka pemerintah harus menjadi shock absorber atas kondisi tersebut.
"Misalnya harga minyak US$ 50 kemudian jadi US$ 100 dan kemudian jadi US$ 35. Nah hal tersebut kan harus bisa diatasi oleh pemerintah. Oleh karena itu DAU bersifat dinamis," jelas Sri.
Saat ini Indonesia belum bisa kurangi kemiskinan sampai di bawah 10%. Namun pemerintah tetap memiliki tanggung jawab terhadap transfer daerah. Diharapkan kemiskinan menurun, pelayanan masyarakat semakin baik, infrastruktur yang baik dan layak juga terwujud.
Sri mengatakan, mekanisme dan formula masih terus disempurnakan. Diharapkan bisa semakin baik dalam mengakomodir kebutuhan daerah sesuai dengan RAPBN yang sudah ditetapkan. (nwy/wdl)