"Kehadiran Seven Eleven pada awal kehadirannya di Indonesia menjadi perhatian saya dan banyak pelaku bisnis waralaba di Indonesia," kata Pengamat Waralaba Tri Rahardjo kepada detikFinance, Sabtu (24/6/2017).
Waralaba yang dikenal dengan sebutan Sevel ini tadinya memiliki kekuatan pada konsep. Sevel hadir berbeda di tengah dominasi Alfamart, dan Indomaret serta Circle K. Di mana tidak hanya menjual produk, namun juga memberikan tempat untuk bersantai berupa kursi, meja hingga wifi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Cepatnya progres bisnis sevel sempat membuat para kompetitor sempat sulit bernafas. Pemain lama bahkan meniru cara sevel menyediakan fasilitas dengan sangat spesifik. Meskipun namanya berbeda. Ada juga pemain baru, seperti Lawson, Family Mart.
"Konsep bisnis ini mampu menarik konsumen dimana-mana, bahkan konsep tempat nongkrongnya diikuti oleh berbagai pemain ritel lainnya, baik dengan konsep convenience store atau konsep minimarket dengan menambah sarana tempat kongkow," jelasnya.
Dalam laporan keuangan MSI, pada 2014 berhasil mengantongi penjualan sebesar Rp 971,8 miliar. Perseroan pun masih bisa mengantongi laba operasi sebesar Rp 83,8 miliar dan laba tahun berjalan sebesar Rp 5,18 miliar.
Namun pada 2015 penjualan MSI mulai menurun ke level Rp 886,15 miliar. Kala itu perseroan mengalami kerugian operasional Rp 49,58 miliar dan rugi tahun berjalan sebesar Rp 127,7 miliar.
Kinerja MSI semakin terpuruk pada 2016, tercatat penjualan semakin turun menjadi Rp 675,27 miliar. Rugi operasional juga semakin besar menjadi Rp 695,78 miliar dan rugi tahun berjalan meningkat ke level Rp 554,87 miliar.
Sampai akhirnya Sevel dijual kepada PT Charoen Pokphand Restu Indonesia (CPRI) yang merupakan anak usaha dari PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN). Tapi akhirnya juga gagal.
"Jika konsep bisnis ini tidak dibarengi dengan angka penjualan yang sesuai target tentu akan menjadi permasalahan buat perusahaan," tukasnya. (mkj/mkj)