Lantas, apakah bisnis Sevel di Indonesia meredup sejak ada larangan minuman beralkohol yang dirilis 2 tahun lalu?
"Konon katanya menyebabkan drop karena penjualan minol (minuman beralkohol) enggak boleh. Mereka mulai kehilangan salah satu competitive advantage dibanding yang lain. Di luar itu juga kesiapan tim manajemen sendiri, kita enggak tahu ya. Apakah memang cukup solid mengatasi persaingan itu, dari awal begitu, kesiapan manajemen antisipasi persaingan bagaimana," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, usai halal bihalal di Rumah Dinas Menko Perekonomian, Widya Chandra, Jakarta, Senin (26/6/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, larangan penjualan minuman beralkohol di minimarket ada sejak April 2015. Kebijakan ini diatur dalam Peraturan menteri Perdagangan (Permendag) No. 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minumal Beralkohol.
Hariyadi mengatakan, manajemen Sevel tak menyiapkan strategi mumpuni dalam persaingan di bisnis toko ritel modern. Alhasil, Sevel mudah disalip kompetitor.
Baca juga: Begini Penampakan Sevel Bangkrut di Jakarta |
"Karena memang di ritel kalau konsep enggak kuat sama dengan yang lain, berat persaingannya. Apalagi dia pemain di belakangan. Lihat ritel ini setelah Indomaret dan Alfamart, terkonsentrasi di beberapa titik saja, misalnya Circle K kuatnya di Bali, kliennya turis. Ini menyebabkan Sevel enggak bisa bertahan lebih lanjut, karena dari segi timing, waktu sudah mulai bermasalah keuangan," pungkasnya.