Letaknya persis tak jauh dari Pabrik Gula (PG) Jatibarang, salah satu pabrik gula besar tertua peninggalan Belanda. Warga setempat lebih mengenalnya sebagai Mbesaran, atau rumah besar. Rumah bercat dominan putih ini dulunya merupakan rumah Administratur atau orang nomor satu di pabrik gula era Hindia Belanda.
Pepohonan rindang, serta taman rerumputan yang luas di depan beranda rumah membuat rumah tersebut terbilang sangat elit di zamannya. Saat ini, rumah Mbesaran sudah beralih fungsi menjadi museum dan taman agrowisata yang dikelola PTPN IX. Besarnya bangunan hampir sama dengan bangunan-bangunan Belanda yang di sejumlah daerah dijadikan rumah kepala daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
![]() |
Berbeda dengan bangunan bekas pabrik gula peninggalan Belanda lainnya yang terkesan angker, rumah Mbesaran justru sangat riuh ramai lantaran hampir selalu dipenuhi wisatawan, terutama anak-anak dan remaja. Di area taman pelataran rumah, disulap jadi arena bermain dan tempat nongkrong anak muda.
Sejumlah wahana sengaja dibuat untuk memanjakan wisatawan yang kebanyakan berasal dari Brebes dan Tegal ini, seperti ayunan, flying fox, taman baca, outbond area, hingga waterboom.
Bahkan, sebuah lokomotif lori tebu buatan Jerman yang masih berfungsi dimodifikasi jadi odong-odong yang mengangkut pengunjung melewati rel yang mengelilingi Mbesaran. Tarifnya cukup murah, hanya Rp 5.000 untuk sekali putaran.
![]() |
![]() |
Supervisor Agrowisata PG Jatibarang, Amiruddin, mengatakan rumah Mbesaran dibangun bersamaan dengan pembangunan pabrik gula sekitar tahun 1842 oleh perusahaan perkebunan swasta Belanda, NV Mijtot Exploitile der Surker Onderneming.
"Dulunya rumah administratur Belanda. Tak ada catatan resmi dibangun kapan, tapi kira-kira dibangun bersamaan dengan pabrik gula," jelas Amir kepada detikFinance, Rabu (28/6/2017).
Diungkapkannya, sebelum dijadikan agrowisata, rumah Mbesaran sebelumnya difungsikan sebagai rumah dinas kepala pabrik. Namun lantaran dianggap terlalu besar, PTPN IX mengubahnya menjadi tempat wisata.
![]() |
"Dijadikan agrowisata tujuannya untuk pemeliharaan aset. Karena aset PG ini kan banyak sekali terbengkalai tak terpakai. Sementara manajer pabrik kadang sudah punya rumah sendiri atau tinggal di tempat lain, akhirnya jarang difungsikan rumahnya. Tapi kalau diperlukan, masih dijadikan rumah tinggal sementara," kata Amir.
Sementara saat zaman Belanda, rumah tersebut hanya ditempati administratur atau kepala PG yang berasal dari Belanda beserta keluarganya. Baru setelah dilakukan nasionalisasi dan beralih menjadi PTPN tahun 1957, dijadikan rumah dinas untuk pejabat setingkat general manajer dan manajer hingga saat ini.
"Baru sekitar tahun 2010 rumah Mbesaran resmi jadi agrowisara. Sebelumnya hanya buat rumah dinas saja. Dibangun waterboom, taman bermain, dan sebagainya secara bertahap. Rupanya memang sambutan masyatakat sangat baik," terangnya.
![]() |
Untuk lokomotif lori tebu untuk agrowisata, menurut Amir, sebelumnya melewati rute dari Lapangan Jatibarang hingga ke dalam area pabrik gula, namun lantaran sering diliburkan saat aktivitas PG yang beroperasi 4 bulan dalam setahun, kemudian lori wisata itu dipindahkan ruasnya memutari rumah Mbesaran.
Diungkapkannya, cerita mistis dari rumah Mbesaran juga kerap terdengar. Amir bercerita, sejumlah pengunjung mengaku sering melihat penampakan-penampakan di rumah tua tersebut.
"Kalau kata pengunjung sama pekerja yang sudah pernah melihat, katanya sering lihat penampakan noni Belanda pakai gaun warna pink sambil pegang payung. Biasanya pas sepi di depan rumah," ucap Amir sambil menunjuk bagian depan Mbesaran. (hns/hns)