Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menyarankan agar BPKH melakukan konsultasi dulu dengan sejumlah pihak, seperti Ormas Islam, khususnya MUI, tokoh-tokoh ulama dan juga pakar finansial. Juga harus
dilakukan kajian secara mendalam baik dari aspek finansial maupun dari aspek syariahnya, karena hal ini menyangkut uang umat yang jumlahnya tidak sedikit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini, menurut Ekonom yang juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Drajad Wibowo pihaknya belum membaca Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari Undang Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Peraturan itu akan menjadi landasan teknis pelaksanaan di lapangan, apa saja yang boleh dan tidak.
Ia juga mengingatkan agar BPKH memperhatikan persepsi politik yang krusial mengingat dana haji ini adalah milik umat. "Selain tidak mendapatkan imbalan (return) dari dana yang mereka setor, mereka tidak ditanya apakah boleh dananya ditanam di infrastruktur. Situasi ini bisa memunculkan persepsi politik yang kontroversial. Saya rasa hal ini harus diselesaikan lebih dulu," kata Dradjad.
Baca juga: Harus Ekstra Hati-hati Kelola Dana Haji |
"Jadi prinsipnya untuk kepentingan jemaah itu sendiri, bentuk pengelolaan, pemanfaatan, pendayagunaan, dana-dana haji ini diberikan kewenangan BPKH untuk menginvestasi menempatkan dana-dana itu pada tempat yang bisa mendatangkan nilai manfaat yang lebih besar," kata Lukman di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2017).
Selama ini tidak banyak jemaah yang tahu bahwa dana haji yang sudah disetorkan itu memang dimanfaatkan dan diinvestasikan ke beberapa instrumen. Hasil dari investasi itu seluruhnya dimanfaatkan untuk kepentingan umat.
"Begini, yang seringkali terjadi kesalahpahaman dari hakekat setoran awal para calon jemaah haji ketika menyetorkan awal ke bank sebagai penerima setoran, menurut UU dan akadnya setoran awal itu hakikatnya setoran milik para calon jemaah haji yang diserahkan kepada pemerintah," kata Lukman. (erd/ang)