Luhut mengundang Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), dan PriceWaterhouseCoopers (PWC).
PwC, konsultan yang ditugaskan KAI untuk mengkaji kelayakan proyek LRT, memberikan beberapa catatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, PwC menyarankan agar swasta ikut dilibatkan dalam pembiayaan proyek LRT. "Tadi apa yang disampaikan sudah cukup jelas. Ada suatu potensi yang besar bahwa industri kereta api itu tidak saja harus dibiayai negara, tapi swasta sudah bisa dilibatkan," tukasnya.
Kedua, harga tiket LRT Jabodebek diperkirakan sekitar Rp 12.000 per penumpang dengan adanya subsidi dari pemerintah. Tapi subsidi bisa berkurang dan bahkan hilang kalau tingkat okupansi atau keterisian LRT tinggi, penumpangnya ramai.
"Ada suatu asumsi yang cukup realistis, dan tarif Rp12.000, ada semacam subsidi tapi wajar. Tapi subsidi itu akan turun apabila jumlah penumpang naik. Jadi bahkan subsidi akan hilang apabila itu bisa dilakukan," paparnya.
Ia menambahkan, tiket LRT bisa makin efisien kalau swasta dilibatkan dalam Transit Oriented Development (TOD). "Ada harapan dalam diskusi, kita juga memikirkan agar swasta dilibatkan lebih banyak, sehingga TOD-TOD itu akan dibuat semacam lelang kepada swasta. Tidak dikerjakan oleh KAI," ucapnya.
Selain itu, efisiensi juga bisa diperoleh dengan memperpanjang jalur LRT, tidak hanya sampai Cibubur saja tapi sampai Bogor.
"Yang kedua juga diusulkan oleh KAI, tidak sampai Cibubur saja, tapi sampai Bogor. Dan sampai Bogor ini kita harapkan juga biayanya lebih murah, kita ingin swasta itu juga sharing karena mereka akan mendapat manfaat suatu aksesibilitas yang bagus, tapi mereka juga sharing lah di situ," tutupnya. (mca/wdl)











































