Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 20 tahun 2017 tentang Pendaftaran Pelaku Usaha Distribusi Barang Kebutuhan Pokok.
"Sudah ada Permendag 20, yaitu mereka wajib lapor perusahaan dan gudangnya. Jangan tutup-tutupi berapa posisi stok. Kalau lapor kami akan jaga," ujar pria yang akrab disapa Enggar itu di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta, Senin (31/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Enggar, jika nanti ditemukan ada gedung penuh beras saat sedang terjadi kelangkaan pasokan, maka itu sudah masuk kategori penimbunan. Alhasil, pelaku penimbunan akan ditangkap.
"Ada gudang tidak dilaporkan dan penuh gudangnya dengan beras, apalagi dengan beras langka, maka dia kategori penimbun. Menimbun itu pada saat beras langka, harga naik, dia simpan di gudang, nah itu dia menimbun. Begitu menimbun kita tangkap," tegas Enggar.
Ia menambahkan, pedagang beras juga harus punya etika dan moral dalam berdagang. Artinya, jangan sampai menaikkan harga terlalu tinggi hanya untuk mengejar marjin.
Selain itu, dalam pengaturan tata niaga, semua pihak harus bisa dirangkul bersama. Bukan satu pihak untung besar, di satu sisi pihak lain dirugikan. Termasuk menjaga petani dan penggilingan kecil tak mati karena pemain besar yang terlalu ekspansif.
"Saya menjelaskan ada 3 yang saya harapkan. Satu kepentingan konsumen kita jaga, jangan sampai terjadi fluktuasi harga, kita biarkan karna ulah spekulan. Kita mengabaikan petani tidak. Petani kami prioritaskan, yang ketiga jangan kita tidak membiarkan anggota petani dan penggilingan beras kecil itu mati oleh yang besar. Itu 3 hal yang saya minta dalam melakukan perdagangan ini," pungkas Enggar.











































