Sudirman dan Rasuna Bebas Motor, Ongkos Ngantor Bisa Lebih Mahal

Sudirman dan Rasuna Bebas Motor, Ongkos Ngantor Bisa Lebih Mahal

Muhammad Idris - detikFinance
Senin, 21 Agu 2017 11:53 WIB
Foto: Rengga Sencaya
Jakarta - Untuk mengurangi kemacetan, kendaraan roda dua direncanakan akan dilarang melintasi Jalan Rasuna Said dan Jalan Sudirman pada 11 Oktober 2017 nanti. Sebelumnya, motor sudah dilarang melewati Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Menurut Ketua Bidang Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Darmaningtyas, rencana pelarangan roda dua masuk ke Sudirman dan Rasuna Said tersebut akan membebani pekerja pengguna motor yang bekerja di kawasan bisnis tersebut.

"Kalau diterapkan sekarang tentunya akan membebani karyawan di Sudirman dan Rasuna Said. Pasti akan lebih mahal (pengeluaran)," kata Darmaningtyas kepada detikFinance, Senin (21/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kalaupun jadi diterapkan, sambungnya, pemerintah perlu menyediakan alternatif agar pemotor bisa menikmati ongkos transportasi yang murah ke daerah Sudirman dan Rasuna Said.

"Kalau dilarang tambah ongkos. Makanya ada tidak disediakan parkir yang murah? Angkutan yang kalau sekali perjalanan ke semua tujuan Rp 5.000 sesuai program Gubernur DKI Jakarta terpilih. Siapkan itu dulu. Melarang gampang, tapi menyiapkannya alternatif kan susah," jelas Darmaningtyas.

Diungkapkannya, larangan motor masuk ke dua jalan arteri tersebut sebenarnya layak dilakukan, namun setelah dilakukan perbaikan pada transportasi umum dan sarana parkirnya.

"Sebenarnya tak masalah motor dilarang masuk. Tapi apa ada alternatif kalau motor dilarang. Misalnya MRT dan LRT sudah jadi. Sementara mengandalkan Trans Jakarta di Kuningan (Rasuna Said) belum sebaik di Sudirman. Atau nanti setelah Underpass (Mampang) selesai. Baru siapkan kantong-kantong parkir di Mampang atau di Ragunan," ujarnya.

Sebagai informasi, selain lebih diandalkan saat macet, penggunaan motor untuk mobilisasi di Jakarta tergolong irit bagi sebagian orang dibandingkan dengan menggunakan kendaraan umum.

Dari daerah pinggiran Jakarta, setidaknya seorang karyawan yang bekerja menghabiskan biaya Rp 20.000 untuk dua atau tiga hari. Plus biaya parkir berlangganan di kisaran Rp 200.000-300.000 per bulan. Beberapa parkir yang dikelola masyarakat bahkan hanya mengenakan biaya Rp 5.000 seharian.

Sementara untuk penggunana angkutan umum dari pinggiran Jakarta yang tidak terakses Transjakarta atau KRL, perlu mengeluarkan ongkos dua sampai tiga kali angkutan umum yang tarifnya rata-rata Rp 4.000 sekali jalan. Ongkos bisa lebih mahal jika pekerja tinggal di luar Jakarta seperti Depok, Bogor, Bekasi, atau Tangerang.

Sementara jika menggunakan ojek online, dari pinggiran Jakarta ke dua pusat bisnis tersebut setidaknya membutuhkan biaya minimal Rp 15.000 sampai Rp 30.000 sekali jalan.

Selain itu, sejumlah pekerja dari daerah pinggiran yang selama ini menggunakan KRL atau bus seringkali masih harus menggunakan ojek, baik pangkalan maupun online, dengan tarif sekitar Rp 10.000 sekali jalan. Larangan roda dua akan memaksa mereka menggunakan kendaraan lain yang tarifnya bisa lebih mahal.

Seorang pengguna motor dari pinggiran Jakarta hingga ke Sudirman dan Rasuna Said rata-rata mengeluarkan ongkos transportasi Rp 15.000 per hari. Sementara warga yang tidak terjangkau langsung Transjakarta atau KRL bisa mencapai 20.000 per hari atau lebih per hari. Selain biaya, faktor efisiensi waktu menjadi alasan lain pekerja di Jakarta menggunakan motor. (idr/ang)

Hide Ads