Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, disertifikasinya tenaga kerja tersebut nantinya tak hanya untuk menjalankan kewajiban dari UU, namun juga untuk memastikan bahwa para pekerja konstruksi yang telah tersertifikasi akan mendapatkan pekerjaan. Selain itu, pendapatannya pun akan lebih tinggi dibanding tenaga kerja yang tidak disertifikasi.
"Saya melihat jangan cuma wajib saja tapi harus ada manfaatnya. Kalau pendapatannya sama dengan yang tidak bersertifikat, orang jadi malas mendapatkan sertifikat. Jadi pendidikan sertifikasi itu harus ada, benefitnya juga ada, kita coba dengan insentif," kata Basuki saat ditemui di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Senin (21/8/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketentuan ini sendiri kata dia akan diatur dalam Peraturan Menteri yang berlaku pada tahun 2018 nanti.
"Lagi disusun akan mulai kita berlakukan 2018, karena di luar 2018 yang konsultan kita sesuaikan semua sesuai dengan undang-undang dan aturan yang ada. Undang-undang nya kan Januari 2017, Permen PU nya Januari 2017 itu untuk konsultan, padahal itu semua kan udah kontrak semua, jadi enggak bisa disesuaikan dengan 2017," jelas Basuki.
Jadi semua tenaga kerja Indonesia sudah bersertifikat, tidak hanya untuk bekerja di dalam dan luar negeri. Kalau hanya wajib saja, pasti tidak ada gunanya. Karena orang yang sudah sertifikasi pasti dijamin jaminan mutunya. Dan itu akan berlaku pd kontrak2 2018.
Seperti diketahui, data statistik tahun 2016 menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja konstruksi Indonesia hampir menembus angka 8 Juta Orang. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 10% yang memiliki sertifikat kompetensi kerja.
Artinya masih terdapat gap yang sangat besar antara tenaga kerja konstruksi yang bersertifikat dan tidak bersertifikat, sehingga diperlukan percepatan sertifikasi terhadap tenaga kerja konstruksi. Pemerintah sendiri menargetkan sebanyak 500 ribu sertifikasi sepanjang tahun ini dengan pola kerja sama dengan BUMN dan swasta. (eds/dna)