"Ada hal yang mungkin tidak bisa kami ubah seketika. Kalau aspirasi masyarakat sebegitu kuatnya, kami ubah, tapi ada prosesnya," ujar Sri Mulyani, saat dialog dengan pelaku ekonomi kreatif di Aula Cakti Budhi Bhakti Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Rabu (13/9/2017).
Baca juga: Mengapa Pajak Tere Liye Tampak Begitu Rumit? |
Sri Mulyani menjelaskan, pajak menjadi kewajiban setiap warga negara yang mendapatkan penghasilan setelah Indonesia merdeka. Ini diatur berdasarkan Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan dan Perdirjen Pajak. Namun bila ada perbedaan dalam pelaksanaan di lapangan, maka hal tersebut yang perlu dibereskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tere Liye Protes Pajak, Sri Mulyani: Kami Tak Bisa Ubah Seketika. Foto: Hendra Kusuma |
Semua yang dikenakan pajak, termasuk beragam profesi. Baik dokter, dosen hingga para pelaku ekonomi kreatif. Meskipun Sri Mulyani tidak menapik bahwa semua profesi tersebut memberikan kontribusi besar untuk negara. Tidak sedikit kemudian yang juga menolak memberikan hak negara.
"Kalau saya undang dosen juga, saya cerdaskan bangsa jerih payah juga. Dokter juga saya menyemalatkan orang kok tega-teganya memajaki saya. Hasil jerih payah begitu dia diminta bagian haknya bagi negara itu sesuatu yang emosionalnya," terang Sri Mulyani.
"Makanya saya ingatkan teman-teman di Ditjen Pajak ini pekerjaan sulit makanya kerjakan secara baik. Harus laksanakan dengan se-appropriate mungkin. UU-nya harus tahu. Cara, kenapa begini? Basisnya apa? Itu harus dipahami. Bukan selera pribadi petugas pajak," paparnya.
Tarif yang seringkali menjadi keluhan, Sri Mulyani menyatakan, perlu pembahasan panjang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk perubahan UU. Ada banyak UU, seperti UU KUP, UU PPh, UU PPN dan sebagainya. "Dibahas dengan DPR mengenai revisinya," tegas Sri Mulyani. (mkj/dnl)












































Tere Liye Protes Pajak, Sri Mulyani: Kami Tak Bisa Ubah Seketika. Foto: Hendra Kusuma