Plt Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Umiyatun Hayati Tri Astuti, mengatakan masalah terberat dari reaktivasi jalur KA eks Belanda yakni pembebasan lahan. Menurutnya, tanah-tanah pijakan besi rel saat ini sudah menjadi permukiman padat, tempat usaha, hingga jalan umum. Sebagian rel dan bantalannya bahkan sudah hilang tak berbekas.
"Hampir semua lintasan yang ada, di mana itu diberikan manfaat ekonomi pada masyarakat itu akan kita reaktivasi. Yang jadi masalah kan sebetulnya ada sebagian tanahnya sudah diduduki penduduk, ada yang sudah jadi jalan, ini yang membuat agak berat," jelas Umiyatun kepada detikFinance, pekan lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yah harus dilakukan secara legal bagaimana. Kan enggak mungkin tiba-tiba usir, karena ada yang sudah jadi rumah, sudah jadi jalan. Dilakukan upaya yang ada dengan good governance (tata kelola yang baik) yang ada," ungkap Umiyatun.
Sebagai informasi, ribuan jaringan rel KA dibangun di masa Hindia Belanda namun kemudian tak lagi digunakan. Beberapa rel tersebut seperti Cilegon-Anyer Kidul, Rangkasbitung-Labuan-Suketi, Rancaekek-Tanjungsari, dan Cirebon-Kadipaten, Pangandaran-Cijulang.
Sementara beberapa ruas rel mati lain yang diaktivasi di Jawa lainnya yakni Jombang-Bebet-Tuban, Kalisat-Panarukan, Wonosobo-Purwokerto, Kedungjati-Tuntang, Semarang Tawang-Tanjung Emas, dan Yogyakarta-Magelang, dan aktivasi rel trem Wonokromo-Kalimas di Surabaya.
Rel-rel tersebut dibangun sejak Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele tahun 1864. Rel-rel tersebut dibuat oleh perusahaan-perusahaan perkeretapian Belanda seperti Staatsspoorwegen (SS), Nederlandse Indische Spoorwegen Maatschappij (NISM), Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). (idr/wdl)