Lantas, mengapa mereka memindahkan uang dalam jumlah sebesar itu dari Guernsey (Inggris) ke Singapura? Pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, menjelaskan transfer uang Rp 18,9 triliun harus dilihat menurut konteksnya yaitu terjadi di akhir 2015.
Saat itu Guernsey akan menerapkan keterbukaan informasi keuangan terkait pajak yang berlaku awal 2016. Nah, otomatis data-data para nasabah di Guernsey bisa dibuka untuk kepentingan pajak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Prastowo, para nasabah WNI itu akhirnya mengamankan uang mereka ke Singapura supaya menghindari kebijakan di Guernsey, termasuk jikak pihak Guernsey bertukar informasi terkait pajak dengan Indonesia.
"Kalau Guernsey bisa tukar informasi dengan Indonesia, kan mereka bisa dilaporkan ke sini, padahal belum ada tax amnesty. Mereka ingin ikut tax amnesty dan amanin duit dulu, maka pindahin dulu ke Singapura kan," jelas Prastowo kepada detikFinance, Selasa (10/10/2017).
Senada, Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, dalam konferensi pers Senin malam (9/10/2017) menjelaskan hal yang tidak jauh berbeda.
"Dari keterangan laporan analisis PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi Keuangan) mereka sebut bukan menghindar, tapi takut dengan pajak. Data di Jersey dan Guernsey kan akan dilaporkan reporting standart, nah itu mereka takut," terang Ken.
Informasi seputar transfer dana dalam jumlah besar itu terungkap setelah regulator keuangan di Eropa dan Asia Tengah sedang memeriksa Standard Chartered terkait transfer dana senilai Rp 18,9 triliun. Dana sebesar itu ditransfer nasabah Indonesia dari Guernsey (Inggris) ke Singapura.
Mengutip dari BBC yang melansir Bloomberg, Sabtu (7/10/2017), dana Rp 18,9 triliun milik nasabah asal Indonesia, dipindahkan pada akhir 2015, sebelum Guernsey menerapkan peraturan pelaporan global untuk data pajak, Common Reporting Standard, pada awal 2016 (hns/hns)