Dalam keterangan tertulis dari Pemprov Jateng Kamis (19/10/2017), Ganjar menjelaskan hal itu pada Ahmadi saat berkunjung ke Reaktor Biogas Peternakan Sapi di Desa Sidorejo, Kecamatan Karangawen, Demak, Rabu (18/10/2017). Dalam sesi dialog, seorang warga protes pada Ganjar tentang kelangkaan pupuk.
"Saya selalu tidak bisa membeli pupuk. Kalau dapat pun harganya mahal. Pak Gubernur harus bisa mengatasi ini," kata Ahmadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rupanya Ahmadi tidak memiliki lahan. Ia menanam padi di bantaran sungai belum lama. Ia juga belum menjadi anggota kelompok tani.
Ganjar mengatakan, dengan kondisi Ahmadi maka seharusnya membeli pupuk subsidi. "Wah ya mahal toh Pak. Kasihan kami, kenapa kok dibeda-bedakan seperti ini," katanya.
"Lho bukan membedakan, Mas Ahmadi tahu pupuk subsidi kan? Tahu mekanisme penentuan alokasinya?," tukas Ganjar.
Ahmadi menjawab tahu. Tapi ketika ditanya kepanjangan dari Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), ia mengaku lupa.
Ganjar kemudian menjelaskan bahwa pupuk subsidi sudah dijatah sesuai kebutuhan petani yang pengajuannya melalui RDKK oleh kelompok tani setempat.
"Jadi petani mengusulkan kebutuhan pupuknya berdasarkan luasan lahan dan jenis tanaman kepada kelompok tani. Kelompok menyampaikan ke dinas kabupaten, naik ke provinsi, naik ke pusat. Nanti keluar kuota tiap kelompok dan tiap petani," kata Ganjar.
"Jadi yang berhak membeli pupuk bersubsidi ya yang kemarin mengusulkan. Kalau tidak usul ikut beli ya akhirnya yang berhak tidak dapat," imbuh Ganjar.
Ahmadi nampaknya masih tidak terima. Ia masih ngeyel bahwa sebagai sesama petani, dirinya harus mendapat pupuk bersubsidi.
Ganjar yang masih bersabar mencoba menjelaskan lagi. Menurutnya, pembelian pupuk bersubsidi sekarang diatur dengan kartu tani. Hanya pemilik kartu yang bisa membeli pupuk subsidi karena data petani tersebut telah masuk database. Pengaturan ini untuk mencegah kelangkaan pupuk yang diakibatkan pembelian ilegal.
"Namanya barang subsidi harus tepat sasaran, tapi yang terjadi semua orang, bahkan bukan petani, bisa beli berapapun jumlahnya. Dia lalu jual lagi dengan harga lebih tinggi. Ini yang bikin pupuk langka, maka sekarang diatur. Sekarang tidak ada lagi pupuk langka di Jateng," jelas Ganjar.
Penyuluh Pertanian Kabupaten Demak, Darsono, menambahkan penjelasan Ganjar. Bahwa kelompok tani yang ia dampingi beranggotakan 112 petani. Tidak semua merupakan pemilik lahan, namun ada yang hanya sebagai petani penggarap.
"Tidak masalah memiliki lahan atau tidak, yang penting kalau menggarap lahan orang harus jelas lokasi dan izinnya. Jika dalam penyusunan RDKK terlibat, pasti tidak susah dapat pupuk. Banyak memang yang menyebut langka atau susah tapi ternyata tidak paham aturannya," jelasnya.
Ganjar menutup debat pupuk ini dengan meminta Ahmadi memastikan izin penggarapan lahan bantaran sungai dari Balai Besar Wilayah Sungai. Setelah mendapat izin, ia bisa bergabung di kelompok tani.
"Nggak sulit kalau kita mengerti dan mau berusaha, beres ya," kata Ganjar disambut anggukan Ahmadi. (nwy/ang)











































