RI Tumbuh 5% Tidak Buruk, Hanya Nggak Cukup

RI Tumbuh 5% Tidak Buruk, Hanya Nggak Cukup

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Sabtu, 28 Okt 2017 21:16 WIB
Foto: Eduardo Simorangkir
Jakarta - Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri berbicara tentang kondisi ekonomi Indonesia saat ini. Ia juga menyoroti pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini berada di kisaran 5%.

Chatib mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak adil jika dibandingkan dengan Vietnam, pasalnya Vietnam merupakan negara berbasis manufaktur. Pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih adil jika dibandingkan dengan negara berbasis sumber daya alam (SDA) lainnya seperti Brasil, Meksiko, hingga Nigeria.

Jika dibandingkan beberapa negara tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terbilang baik. Akan tetapi, 5% saja tidak cukup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ekonomi Indonesia enggak adil kalau dibandingkan dengan Vietnam karena jauh berbeda, mereka manufaktur. Cara terbaiknya membandingkan dengan Brasil, Meksiko, Nigeria yang berbasis sumber daya alam. Level 5% tidak buruk sama sekali, hanya saja enggak cukup," kata Chatib dalam acara Alumnas di Marketing Gallery Stature Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat malam (27/10/2017)

Dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia saat ini, yaitu didominasi penduduk usia muda harusnya bisa mendongkrak ekonomi. Dengan banyaknya penduduk dengan usia muda, maka konsumsi berjalan dan bahkan meningkat.

Penerimaan negara dari pajak juga bisa terus tumbuh karena penduduknya dalam usia produktif yang memiliki pekerjaan dan memiliki hasrat konsumsi.

"Penduduk dengan usia muda akan mendapatkan penghasilan dan membayar pajak. Mereka juga cenderung berbelanja, juga membeli rumah, apartemen, dan mobil," kata Chatib.

Pertumbuhan kelas menengah pun kini lebih terasa. Hal ini dapat dilihat dari penuhnya restoran utamanya menjelang akhir pekan.

"10 tahun lalu datang ke restoran enggak butuh melakukan pemesanan kursi terlebih dahulu. Kalau sekarang Jumat malam enggak mesan kursi malah jafi masalah," ujar Chatib.

Dalam hal ini, Indonesia lebih unggul dibandingkan dengan negara-negara di Asia lainnya. Sebut saja Jepang yang demografi penduduk usia tuanya mendominasi penduduk usia muda. Kasus serupa juga dialami Korea Selatan.

Dengan jumlah penduduk usia tua yang lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk usia muda yang masih produktif, kedua negara tersebut memiliki beban ekonomi yang lebih berat dibandingkan Indonesia yang penduduknya didominasi usia muda.

Pasalnya, negara tersebut harus menanggung biaya kesehatan hingga pendidikan dengan penerimaan pajak yang tidak terlalu signifikan. Pasalnya, jumlah penduduk dengan usia produktif yang memiliki pekerjaan dan membayar pajak jumlahnya lebih sedikit dibandingkan penduduk usia tua.

"Jepang dan Korea (Selatan) mengalami ini," ujar Chatib.

Tumbuh 6%

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia perlu didongkrak lebih tinggi lagi. Hanya saja untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi tidak melulu mulus.

Sebagai salah satu negara berbasis komoditas, ekspor hasil alam Indonesia juga dipengaruhi banyak negara di dunia. Terlebih lagi, saat ini perdagangan dunia sedang tidak berada dalam kondisi yang baik.

Keadaan ini juga diperparah dengan adanya proteksionisme, atau sikap negara yang membatasi diri dari pengaruh perdagangan dengan negara lain.

"Perdagangan dunia sedang melemah, ini juga sebelum Trump (terpilih)," tutur Chatib.

Lalu bisa kah ekonomi Indonesia tumbuh lebih dari 6%?

Chatib mengungkapkan, jika ingin ekonomi tumbuh di atas 6% maka dibutuhkan investasi yang lebih tinggi lagi. Rasio investasi terhadap PDB harus mencapai 38%.

"Jadi kalau tumbuhnya hanya 5% ada risiko tua sebelum kaya. Karena itu ekonomi kita tumbuh di atas 6%. Rasio investasi terhadap PDB 38%," ujar Chatib.

Selain itu, pembangunan infrastruktur yang masif pun bisa menjadi dongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. Hanya saja, manfaatnya belum bisa dirasakan dalam waktu dekat.

"Pembangunan infrastruktur seperti sekarang ini sudah bagus," kata Chatib. (ara/hns)

Hide Ads