PT Jasa Marga (Persero) sebagai operator tol yang paling banyak mengoperasikan ruas-ruas tol di Indonesia pun mengakui adanya pengurangan jumlah petugas di gerbang tol dan telah menyiapkan program alih profesi untuk mencegah adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun hal ini ditolak oleh Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek).
Presiden Aspek, Mirah Sumirat mengatakan, jumlah posisi alih profesi yang ditawarkan oleh Jasa Marga tak sesuai dengan jumlah petugas yang terkena dampak 100% tol non tunai. Hal ini pun membuat pihaknya menuntut tetap disediakannya pembayaran tunai agar pekerja yang tak terfasilitasi tadi tak di-PHK dan bisa tetap bekerja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, akan sangat sulit untuk karyawan yang sudah memiliki keluarga dan rumah jika harus dipindahkan ke lokasi kerja yang berbeda, apa lagi jika dipindahkan ke ruas tol baru Jasa Marga lainnya yang akan beroperasi. Hal ini membuat program alih profesi yang dilakukan pun terasa tak efektif.
"Yang sudah bertahun di sini disuruh pindah sama keluarganya, enggak bakal mau mereka. Apa lagi dengan UMP yang berbeda sesuai lokasi dia ditempatkan," ungkapnya.
Selain itu, jika petugas tetap ada yang di-PHK, maka pemberian uang pesangon harus dilakukan dengan mekanisme golden shakehand. Mekanisme tersebut memungkinkan adanya negosiasi dengan karyawan terkait besaran pesangon yang harus diterimanya.
"Kalau perusahaan kondisinya bukan bangkrut atau baik-baik saja keuangannya, tapi karyawannya sudah dipaksa PHK sebelum usia 56 (usia pensiun), harus diberlakukan kondisi khusus, dibuat golden shakehand. Itu adalah gaji terakhir dikali insentif hak-haknya dia, dikali sisa masa kerja dia," pungkasnya. (eds/dna)