Hal tersebut diungkapkan Kasubdit Komunikasi dan Humas Ditjen Bea dan Cukai Deni Sujantoro saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Dia menyebutkan, jauh sebelum menetapkan tarif cukai rokok elektrik sebesar 57%, telah terjadi pembahasan lintas kementerian dan lembaga (K/L). Dari pembahasan tersebut muncul semangat pengendalian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Likuid Rokok Elektrik yang Kena Cukai 57% |
Dia mengatakan, pengenaan cukai rokok elektrik sebesar 57% juga menjadi jalan tengah antara pengendalian konsumsi dan pembatasan peredaran produk canggih tersebut. Adapun, likuid yang biasa digunakan atau dijual masih memiliki kandungan tembakau. Sehingga, sesuai UU yang belaku maka wajib dikenakan cukai.
"Kebetulan secara market ini rokok kan hampir kelas menengah atas, lalu yang berikutnya semangat kementerian lain melarang, seperti Kemendag, BPOM juga melarang, tapi belum formal semuanya," ungkap dia.
Lebih lanjut Deni menjelaskan, dalam pertemuan-pertemuan lintas kementerian dan lembaga juga santer keinginan melarang 100% penggunaan rokok elektrik di Indonesia.
"Ketika rapat ini, antar kementerian itukan rasa-rasa mau melarang, memang di dunia ini ada beberapa yang melarang ada juga yang membolehkan ada yang mengenakan cukai, akhirnya agar bisa jalan tengah kita kenakan cukai saja 57%. Seperti itu pertimbangannya," tukas dia.
Diketahui, pemerintah melalui DJBC Kementerian Keuangan tepat pada 1 Juli 2018 akan mengenakan cukai rokok elektrik sebesar 57%. Tarif cukai ini berlaku pada likuid atau essence yang menjadi perasa jika ditetes atau dituangkan ke dalam mesin hisapnya. (mkj/mkj)