Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso mengatakan, ICAO merupakan organisasi dunia yang mengatur dan memeriksa pemenuhan keselamatan pada penerbangan sipil. Di 2007, Indonesia hanya mengantongi angka pemenuhan 54%, di mana Organisasi Ekonomi Penerbangan Eropa atau European Union (EU), menjatuhkan larangan terhadap maskapai Indonesia untuk terbang di Eropa.
"Nah, dalam kurun waktu 10 tahun tersebut Kementerian Perhubungan berusaha agar angka pemenuhan itu terpenuhi bahkan harus di atas rata-rata," kata Agus kepada detikcom, Selasa (21/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah yang menjadi bahan cemoohan dunia penerbangan bahwa hasil penilaian keselamatan penerbangan di Indonesia rendah, di bawah Angola, bahkan audit dokumen atau audit off side 2016 pun hanya 51%," kata Agus.
Agus mengatakan, sejak dilantik sebagai Dirjen Udara Kemenhub pada Februari 2017 lalu, dia fokus untuk membenahi masalah keselamatan penerbangan tersebut. Kini, kata Agus, Indonesia berhasil mencapai angka 81% untuk angka pemenuhan keselamatan penerbangan.
"Melihat kenyataan pahit dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, kami mencanangkan kerja keras bersama dan fokus untuk menggarap agar ICAO Coordinated Validation Mission (ICVM) yang jatuh pada bulan Oktober 2017 menghasilkan nilai tinggi di atas rata-rata dunia, bahkan bisa mencapai angka fantastis sebesar 81%," kata Agus.
Agus juga mengatakan, dari 191 negara yang tergabung dalam ICAO, Indonesia kini menempati posisi 55 dalam tingkat keselamatan penerbangan. Angkat tersebut jauh di atas rata-rata dunia.
"Indonesia sekarang sudah berada di posisi 55, dulu 151, jadi jumping yang luar biasa, melewati 96 negara. Kita di atas Filipina, Malaysia, Thailand dan sebagainya di bawah kita. Dengan mencapai angka ini, menjadikan Indonesia jauh lebih dipercaya di dunia internasional," katanya.
Agus menjelaskan, penilaian yang dilakukan ICAO itu menyangkut berbagai protokol yang terdiri dari 8 elemen, mulai dari legislasi, organisasi, lisensi perseorangan, pengoperasian, kelaikan terbang, navigasi, search and rescue, dan bandara. Hampir semuanya menunjukkan pertumbuhan tajam dari titik terendah di tahun 2014, 2016 kemudian meloncat tajam pada tahun 2017.
"Capaian 81% itu diraih dengan penguasaan technical dan managerial leadership dengan cara mengajak semua stakeholder yang terlibat dalam penerbangan menyadari pentingnya keselamatan melalui pemenuhan aturan yang telah disiapkan secara konsisten," kata Agus.
Sebetulnya, kata Agus, dengan atau tanpa penilaian ICAO, perbaikan dan penyempurnaan keselamatan penerbangan harus tetap berjalan. Karena dalam dunia industri penerbangan keselamatan merupakan hal terpenting bagi pelayanan masyarakat.
"Capaian rapor ICAO safety compliance yang tinggi ini adalah buah kerjasama seluruh stakehoder baik pemerintah, operator maskapai penerbangan, pelayanan navigasi udara, bandara, dan juga masyarakat penerbangan," terang Agus
Agus pun mengimbau agar seluruh pihak terkait selalu menjaga bahkan meningkatkan perbaikan sekecil apapun demi keselamatan penerbangan. (jor/hns)