Arab Saudi Tarik Pajak 5%, Ini Imbasnya ke Indonesia

Arab Saudi Tarik Pajak 5%, Ini Imbasnya ke Indonesia

Ardan Adhi Chandra - detikFinance
Kamis, 04 Jan 2018 07:46 WIB
Arab Saudi Tarik Pajak 5%, Ini Imbasnya ke Indonesia
Foto: Triono Wahyu Sudibyo/detikcom
Jakarta - Kebijakan pemerintah Arab Saudi menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menimbulkan kekhawatiran yang berlebih. Padahal kebijakan ini dinilai bisa meningkatkan perekonomian Arab Saudi.

"Penerapan PPN efektif pada tanggal 1 Januari 2018 akan mencerminkan secara positif dorongan pembangunan negara tersebut karena idealnya berjalan selaras dengan visi pemerintah untuk memastikan ekonomi yang kuat, berkelanjutan dan terdiversifikasi untuk akhirnya mengurangi keteragantungan negara ini dari minyak di masa depan," kata Ketua Departemen Pengembangan Ekonomi (Department of Economic Development/DED) Abu Dhabi Saif Mohammad Al Hajiri dilansir dari emirates247, Jakarta, Kamis (4/1/2018).

"Departemen memastikan strategi ini dipikirkan dengan baik di seluruh Uni Emirat Arab (UEA) termasuk Abu Dhabi untuk mengendalikan harga dan membuka saluran komunikasi dengan konsumen dan memantau penyalahgunaan aplikasi pajak," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) sepakat memungut PPN untuk mengurangi defisit fiskal karena harga minyak yang rendah.

Dengan memberlakukan PPN 5% pada barang dan jasa di 1 Januari 2018, wajib pajak dan pengusaha tak lagi bebas dari kejaran pajak.

Biaya Umrah dan Haji Berpotensi Naik

Foto: Rachmadin Ismail/detikcom
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyebutkan, kebijakan Arab Saudi menarik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 5% sejak awal 2018 akan membuat biaya perjalanan ibadah haji dan umrah disesuaikan naik.

Dia mengatakan, sejak Januari 2018 pemerintah Arab Saudi sudah mengimplementasikan aturan baru terkait dengan penarikan pajak PPN dengan tarif 5% terhadap seluruh warganya, maupun kepada warga negara asing (WNA).

Penerapan tarif PPN pajak 5% juga berlaku bagi semua barang termasuk makanan, minuman, pelayanan yang ujungnya berbentuk retribusi bagi Arab Saudi.

"Tidak terkecuali umrah dan haji. Karenanya sudah bisa diperkirakan biaya umrah dan haji bisa mengalami penyesuaian kenaikan 5% ini," kata Lukman di Komplek Istana.

Lukman bilang, Kementerian Agama juga sudah melakukan perhitungan terkait dengan komponen apa saja yang akan naik usai adanya kebijakan penarikan pajak PPN 5% oleh Arab Saudi.

Bahkan, dirinya menegaskan hasil hitungan mengenai komponen perjalanan haji dan umrah itu akan disampaikan kepada Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Tentunya nanti kita akan hitung, kami di Kemenag karena fokus pada haji kami sedang mendalami seluruh komponen biaya haji 2018 yang sebentar lagi saya sampaikan ke Komisi VIII untuk dibahas bersama," tambah dia.

Mengenai estimasi kenaikan biaya haji dan umrah paska kebijakan Arab Saudi tarik pajak 5% ini, Lukman belum bisa menyampaikannya secara pasti. Namun diharapkan tidak besar.

"Kalau pajaknya 5%, kita harap kenaikannya tidak jauh dari itu," tutup dia.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Haji, Umrah, dan In-Bound Indonesia (Asphurindo), Syam Resfiadi mengatakan, kebijakan yang diambil pemerintah Arab Saudi akan meningkatkan biaya perjalanan umrah mulai US$ 50 sampai US$ 250 (Rp 675.000 - Rp 3.375.000 asumsi kurs Rp 13.500)

"Iya ada tentunya, kenaikan tidak hanya tax 5%, tapi juga kenaikan bensin yang berdampak kenaikan semua sektor termasuk listrik, artinya kenaikan tidak cukup 5% pasti lebih, antara US$ 50-250," kata Syam.

Dia mencontohkan, jika satu perusahaan travel haji dan umrah sebelumnya menetapkan biaya perjalanan US$ 1.650 maka harga tersebut bertambah US$ 50 atau US$ 250, tinggal disesuaikan saja.

Tidak hanya itu, kata Syam, kenaikan biaya perjalanan umrah juga berlaku bagi jemaah yang kondisinya sudah membayar sejak tahun lalu namun sampai saat ini belum melakukan keberangkatan ibadah.

"Iya tetap kena US$ 2.000+5%, di luar harga paket," jelas dia.

Syam mengungkapkan, kenaikkan harga biaya umrah akibat tarif pajak PPN di Arab Saudi 5% berlaku untuk komponen yang tersedia di sana. Mulai dari hotel, transportasi dan lainnya.

"Hanya dari land arrangement Makkah Madinahnya saja, komponen Saudinya saja, Mereka (jemaah) paham kok kondisinya, karena pasti semua juga menaikkan harganya," tukas dia.

Alihkan Impor dari Negara Lain

Foto: Gagah
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menanggapi kebijakan Arab Saudi yang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5% untuk sejumlah jenis barang di negaranya mulai 1 Januari 2018.

Arab Saudi menarik pajak terhadap sejumlah barang seperti makanan, pakaian, barang elektronik dan bensin, tagihan telepon, air dan listrik, serta pemesanan hotel. Hal itu akan berdampak pada kenaikan harga-harga.

Dengan naiknya harga akan membuat daya siang ekspor produk milik Arab Saudi ke luar negeri turun terhadap negara lainnya yang juga melakukan ekspor.

"Kalau kaitan dengan daya saing produk ya jelas otomatis akan menambah nilai harga, dan nilai harga itu kan berarti impor barang dari Arab itu akan bertambah dan harga juga akan terjadi eskalasi baru, ada peningkatan eskalasi dan ini akan berdampak kepada kemampuan konsumen untuk belanja produk Arab itu," katanya.

Dia mengatakan, selama ini pengusaha yang mengimpor barang dari Arab Saudi akan berpikir dua kali. Dia menilai, jika penerapan pajak 5% di Arab Saudi berimbas terhadap kenaikan harga barang, maka pelaku usaha di Indonesia yang mengimpor barang dari Arab Saudi akan memilih impor dari negara lain.

Dengan kata lain, pengimpor dari Indonesia akan memperbarui peta dagangnya, yang sebelumnya memasok barang dari Arab Saudi akan memilih dari negara lain yang harganya jauh lebih sesuai dengan yang diinginkan.

"Udah pasti kalau masalah demand and supply itu sudah berubah otomatis kita akan perbarui juga offeringnya atau ordernya," tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani melihat penerapan pajak 5% di Arab Saudi tak banyak pengaruhnya dan membuat minat beli barang asal Arab Saudi turun.

"Itu enggak banyak pengaruhnya karena apa? karena di sana itu relatif barang-barangnya itu di sana enggak terlalu mahal, artinya barang-barang di sana itu relatif masih masuk dalam jangkauan," tambahnya.

Masih Ada yang Bebas Pajak

Foto: Muhammad Ahmed (Reuters)
Otoritas Makanan dan Obat Arab Saudi (Food and Drug Authority/FDA) mengungkapkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tidak akan dikenakan pada obat-obatan, vitamin, dan peralatan medis lainnya yang terdaftar.

Selain itu, tidak ada PPN yang akan dikenakan dalam penarikan tunai di ATM. Hal ini ditegaskan oleh Sekjen Komite Informasi dan Bank, Talat Hafiz.

Hafiz, yang juga merupakan juru bicara Saudi Bank merespons isu yang berkembang di sosial media bahwa PPN akan diterapkan jika nasabah melakukan penarikan tunai dari ATM beda bank.


Tenang, Bisa Minta Pengembalian Pajak

Foto: Rachmadin Ismail/detikcom
Bagi wisatawan yang melancong ke Arab Saudi bisa mendapatkan PPN yang telah dibayarkan kembali ketika masih berada di dalam Arab Saudi.

Pada 24 Desember lalu, Otoritas Zakat dan Pajak (General Authority of Zakat and Tax/GAZT) mengumumkan cara untuk mendapatkan kembali PPN yang telah dibayarkan bagi wisatawan tengah diproses. Kebijakan ini diperkirakan tidak bisa dimulai awal tahun 2018.

"Wisatawan mungkin akan menerima pengembalian PPN dari barang-barang yang dibeli dari sini namun setelah sebuah mekanisme diputuskan mengenai proses pengembalian dana, peraturan dari pembelian dan pembayaran, dan jumlah minimum pembelian," kata Hamoud Al-Harbi, Direktur PPN GAZT, mengatakan kepada Arab News seperti dikutip detikFinance, Jakarta, Rabu (3/1/2018).


Halaman 2 dari 5
(ara/ang)
Hide Ads