Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Bea dan Cukai (DBC), Fadjar Donny Tjahjadi, mengatakan pemerintah akan menurunkan persentase barang yang termasuk dalam larangan dan pembatasan atau lartas impor dan ekspor.
Posisi lartas di Indonesia sebesar 48% atau sebanyak 5.223, dari hampir 10.826 pos tarif Harmonized System (HS) (BTKI – Buku Tarif Kepabeanan Indonesia 2017) barang impor yang tata niaganya diatur oleh 15 Kementerian/Lembaga (K/L) sebagai ketentuan Lartas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari 5.229 HS Code tadi, 48,3% ini, nanti diharapkan hanya tinggal 20,8%, atau kurang lebih 2.256 HS code, ini yang ada di border," katanya di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Dengan perpindahan pengawasan itu, maka nantinya pengawasan barang masuk atau impor juga akan dilakukan langsung oleh Kementerian atau Lembaga (K/L) yang terkait. Sebelumnya, masalah pengawasan hanya dilakukan sepihak oleh DBC, hingga akhirnya barang-barang yang masuk menumpuk di gudang.
Dengan turut sertanya K/L terkait untuk melakukan pengawasan, maka diharapkan barang tidak lagi banyak menumpuk di gudang. Dalam tahap ini, DBC tetap melakukan pemeriksaan fisik berdasarkan tingkat resiko yang tinggi, contohnya pangan. Selain itu, DBC juga tetap melakukan penelitian tarif dann nilai pabean untuk memastikan ketetapan di dalam penetapan tarifnya.
"Jadi prinsipnya pergeseran dari border ke post border itu tidak menghilangkan persyaratan impor. Akan tetapi hanya yang melakukan pengawasan itu sebelumnya dilakukan oleh DBC, dengan pergeseran itu dilakukan oleh K/L apakah BPOM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan atau lainnya," kata dia.
Dengan begitu diharapkan, barang bisa keluar lebih cepat, sehingga bisa menurunkan biaya logistik serta pengurangan dwelling time atau waktu bongkar muat di pelabuhan. Semua itu akan dilakukan pada 1 Februari 2018 mendatang.
"Bahwa dengan kita mencoba melakukan pengaturan tata niaga impor ini diharapkan kita bisa dukung iklim investasi di dalam negeri, kemudian menurunkan dweling time dan biaya logistik nasional dan juga memperbaiki peringkat EoDB (Ease of Doing Business/kemudahan berusaha)," pungkasnya. (eds/eds)