Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani mengatakan, para pengusaha CPO mengaku khawatir akan wacana tersebut. Apalagi rancangan Renewable Energy Directive (RED) II yang menjadi pedoman energi terbarukan sudah diajukan ke parlemen untuk disahkan.
"Memang kita jadinya khawatir, wah ini ada kebijakan yang sudah masuk ke parlemen ini. Ternyata mereka sistemnya memang seperti itu, mereka naikin dulu semua kebijakan tapi memang diperlukan lobi-lobi," tuturnya di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (6/2/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, Rosan berharap pemerintah bisa memperjuangkan hal tersebut. Salah satunya dengan meyakinkan pihak Uni Eropa bahwa produk CPO Indonesia ramah lingkungan dan tidak melanggar isu-isu lingkungan hidup. Apalagi CPO sebenarnya produk yang lebih efisien ketimbang produk bio diesel lainnya seperti sun flower.
"Bisnis practice yang sebenernya sudah baik yang sustainable dan ini sudah kita lakukan dan bekerja sama dengan Malaysia. Karena kelapa sawit adalah komoditas yang paling efisien dibandingkan dengan sun flower. Jadi harus fight dan kita ini melibatkan industri kelapa sawit 13 juta orang tenaga kerjanya jadi tidak sedikit," tambahnya.
Menurut Rosan ada jalan lain untuk melakukan diplomasi, salah satunya melalui perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Uni Eropa atau Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
"IEU-CEPA ini sedang berlangsung dan mereka mengharapkan awal 2019 selesai. Itu kan bisa salah satu hal yang kita mesti fight, kalau menurut saya kita mesti fight, nggak bisa nggaklah. Jadi kita pergunakan jalur IEU-CEPA ini untuk negosiasi, yang dimana melibatkan semua negara Eropa," tutupnya.
(eds/eds)











































