Dalam mempersiapkan itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Koordinator Bidang (Kemenko) Perekonomian juga mempromosikan kemudahan investasi di Indonesia, sekaligus melihat cara yang dilakukan oleh beberapa negara lainnya dalam menarik minat investor.
Ada enam negara yang dilihat oleh pemerintah, yakni Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Taiwan, serta Uni Emirat Arab (UEA). Pemerintah menerima masukan dari duta besar Indonesia yang ada di enam negara tersebut melalui video conference.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain promosi kemudahan berinvestasi, Edy juga mengaku pihaknya melihat berbagai cara negara lainnya dalam menjaring investasi. Contohnya seperti Vietnam yang berani banyak memberikan insentif kepada para investor serta memiliki fasilitas pelabuhan yang terhubung langsung ke berbagai pelabuhan pasar dunia.
"Lalu ada Abu Dhabi (UEA) itu juga menarik, dia bilang setiap investasi memang ada kewajiban lokal partner di luar kawasan, itu hal yang menarik bagi kita," katanya.
Walau banyak cara menarik yang dilakukan oleh negara-negara lain, namun Edy mengatakan pemerintah tak serta merta menerapkan hal yang sama. Namun, hanya menerapkan beberapa hal yang dinilai sesuai dan cocok dilakukan di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Hubungan Ekonomi dan Politik, Hukum dan Keamanan Elen Setiadi mengatakan ada tiga hal yang dilihat dalam menarik para investor, yakni proses bisnis, pelayanan, dan fasilitas.
"Memang kita sudah banyak mencoba melakukan perubahan. Ada yang menarik misalnya Vietnam, kalau di sana investor duduk saja di tempatnya, pemerintahnya yang datang menyelesaikan persoalan. Jadi bukan investor yg datang ke tempat pemerintahan, tapi mobile government Ini kan tantangan bagi kita," kata dia.
Selain itu, kata Elen, seperti fasilitas di luar fiskal seperti dalam menentukan harga pendukung untuk industri. Dia bilang, dalam hal tertentu negara-negara tersebut memberikan harga energi yang lebih murah dibandingkan Indonesia.
"Kita masih pelajari ke mereka, dalam hal tertentu mereka bisa lebih murah dari kita, misalnya listrik 6 sen/kwh. Ini kita lihat ada subsidi atau tidak. Gas juga lebih rendah dari kita untuk di kawasan. Jadi harga energi jadi persoalan di kita," kata dia.
"Jadi bukan proses bisnis yang akan kita ubah secara fundamental, tapi pelayanan termasuk bagaimana kita siapkan sumber dayanya. Lalu fasilitas juga. Jadi itu yang kita pelajari, terpaksa kita harus merubah kembali, paling tidak apa yang sudah kita lakukan sampai sekarang," tuturnya. (fdl/zul)