Hal itu merujuk pertumbuhan Matahari yang berkembang dengan pesat. Dalam tempo delapan tahun sejak 1972, Hari mendirikan 22 gerai toko serba ada Matahari. Enam tahun kemudian, Matahari go public.
Seiring suntikan modal besar dari lantai bursa, Hari Darmawan kian ekspansif mengembangkan Matahari. Dia membidik segmen masyarakat bawah dengan mendirikan Super Ekonomi, dan menyasar konsumen kalangan atas lewat Galleria. Untuk Galleria dia menggandeng Keio Departement Store dari Jepang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengantisipasi masuknya jaringan waralaba terbesar asal Amerika, Walmart, Hari Darmawan membuka format toko baru, hypermart dengan nama "Mega M". Dia sengaja mendesainnya untuk berhadapan langsung dengan Walmart. Di Indonesia, perusahaan ritel AS ini berada di bawah kendali Lippo Group yang kala itu dikendalikan oleh James Riady.
Hasilnya? "Walmart cuma bertahan setahun beroperasi di Indonesia. Pada 1997, Walmart menghentikan usahanya," tulis Kristin Samah dan Sigit Triyono dalam buku Filosofi Bisnis Matahari yang dikutip detikFinance, Minggu (11/3/2018).
Selain Walmart, Matahari juga harus berhadapan dengan salah satu ritel raksasa asal Jepang, Yaohan Departemen Store. Di Jakarta, Yaohan sempat beroperasi di Atrium Senen. Untuk menghadapinya, Hari Darmawan tak cuma mengandalkan Matahari di Atrium, tapi juga mengepungnya dengan membuka Matahari di Arion Plaza (Rawamangun), Blok M Plaza, dan Jatinegara Plaza. Hasilnya, Yaohan pun keok, tak mampu bertahan.
Hingga 1997, Matahari memiliki 85 gerai yang tersebar di 35 kota di Indonesia. Jumlah karyawan mencapai 30 ribu, dan dukungan lebih dari 3.500 pemasok.
"Bagi saya, dia tak cuma pengusaha tapi juga pejuang," kata Kristin Samah kepada detikFinance. Sebab, lanjutnya, ia membangun bisnis ritel di saat negeri ini masih terpuruk didasarkan pada kesadaran bahwa bisnis ritel merupakan salah satu cara mendidik masyarakat Indonesia. Juga membuka lapangan kerja yang luas.
"Pak Hari itu amat mengagumi Bung Karno. Bagi dia, Bung Karno adalah motivator terbesar yang dimiliki Indonesia. Buat Pak Hari, berbisnis tak semata mencari keuntungan dan menumpuk kekayaan," kata Kristin yang telah menulis lebih dari 20 buku.