Daya Beli Lesu Masih Berlanjut, Begini Datanya

Daya Beli Lesu Masih Berlanjut, Begini Datanya

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 12 Mar 2018 20:25 WIB
Foto: Tim Infografis: Kiagoos Auliansyah
Jakarta - Tumbangnya beberapa toko ritel menimbulkan perdebatan. Ada yang bilang hal itu lantaran perubahan gaya hidup masyarakat ada pula yang percaya lantaran lemahnya daya beli.

Tahun lalu sederet peritel melakukan penutupan toko, bahkan ada pula yang gulung tikar, Di awal tahun ini Home Solution ikut mengibarkan bendera putih, peritel alat-alat rumah tangga ini telah dinyatakan pailit.


Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal sebenarya, melemahnya konsumsi salah satunya bisa dilihat dari rendahnya inflasi inti.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Inflasi inti yang menggambarkan secara riil apa hubungan antara permintaan dan penawaran. Kalau core inflation turun berarti ada indikasi demand itu turun. Indikasi permintaan naik belum terlihat. Inflasi inti kalau dilihat secara cenderung turun," kata dia kepada detikFinance, Senin (12/3/2018).

Sebaliknya, peningkatan inflasi juga bisa mencerminkan peningkatan daya beli.

"Kalau demand pull inflation itu karena permintaan makin banyak karena daya beli meningkat terus karena daya beli bagus. Sehingga harga ikut terkerek naik, suplainya tidak bisa kejar permintaannya," tambahnya.


Jika dilihat dari inflasi inti pada Januari 2018 sebesar 0,31% (month to month/mtm) dan 2,69% (year on year/yoy). Lebih rendah jika dibandingkan Januari 2017 sebesar 0,56% (mtm) dan 3,35% (yoy).

Lalu inflasi inti pada Februari 2018, inflasi inti 0,57% (mtm) dan 2,58% (yoy). Sementara inflasi inti di Februari 2017 0,93 (mtm) dan 3,41% (yoy). (dna/zlf)

Hide Ads