Benarkah demikian?
Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PAN-RB Herman Suryatman mengatakan bahwa sejatinya tidak akan mengganggu kinerja birokrasi yang ada. Sebab, aturan cuti hanya dapat diterapkan dalam kondisi tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Badan Kepegawaian Negara (BKN) juga mengatakan bahwa cuti yang dimaksud ini merupakan bagian dari kategori cuti karena alasan penting (CAP). Hal ini tertera dalam peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017.
Kabiro Humas BKN Mohammad Ridwan mengatakan bahwa aturan cuti ini dilihat berdasarkan situasi dan kondisi dari persalinan yang dilakukan pasangan. Nantinya, atasan dari pihak pegawai yang mengajukan cuti pun akan melakukan pertimbangan dalam memberikan izin.
"Pemberian CAP adalah diskresi atasan atau pejabat yang berwenang memberikan cuti. Jika dianggap CAP akan memberikan pengaruh pada kinerja pelayanan publik, atasan berhak menolak permohonan CAP," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, ketentuan mendapatkan cuti ini juga harus dibuktikan dengan surat keterangan rawat inap dari pihak rumah sakit tempat istri melakukan persalinan.
"Prinsipnya jumlah hari cuti alasan penting (CAP) karena mendampingi istri dalam persalinan harus sesuai dengan lamanya rawat inap istri di Fasilitas Kesehatan atau RS. Ini dibuktikan dengan surat keterangan rawat inap dari RS," tuturnya. (fdl/zlf)