"Kalau sudah memenuhi persyaratan, harus dipermudah. Kalau tidak memenuhi persyaratan, ya tidak boleh masuk. Izin dipermudah, tapi pengawasan juga ditegakkan," kata Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri dalam siaran persnya, Rabu (14/3/2018).
Upaya permudahan izin itu dilakukan dengan berbagai cara, seperti pendaftaran Rencana Pengajuan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Penempatan Tenaga Asing (IPTA) melalui sistem online di Kementerian Ketenagakerjaan. Dengan sistem ini, pengajuan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun serta mengurangi pungutan liar karena tidak mempertemukan antara pengurus izin dengan petugas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Semua prosedur akan lebih singkat, lebih cepat, berbasis online, dan terintegrasi antarlembaga terkait," jelas Hanif.
Komitmen Kemnaker pun diapreasiasi oleh Presiden dan CEO US-ASEAN Business Council Alexander J. Feldman. Menurutnya Indonesia mempunyai pertumbuhan ekonomi yang bagus sehingga menjadi magnet bagi investor berinvestasi di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan proses perizinan dapat dipermudah.
"Proses perizinan untuk pekerja asing yang mudah sangat membantu kelancaran investasi untuk sama-sama memajukan perekonomian. Kami sangat berterima kasih kepada pemerintahan Indonesia, semoga rencana memberikan proses perizinan yang cepat, segera terlaksana," kata Alexander.
Setidaknya ada 8 kebijakan baru akan mempermudah proses perizinan RPTKA dan IMTA dan tengah dikaji oleh lembaga terkait. Kebijakan itu antara lain menghilangkan syarat rekomendasi dari instansi terkait, jangka waktu izin pekerja asing antara 1-2 tahun menjadi sesuai dengan perjanjian kontrak kerja, proses perizinan RPTKA dan IMTA yang semula terpisah menjadi satu kesatuan. Dengan demikian yang semula butuh waktu enam hari menjadi dua hari.
Kemudian, memperbolehkan rangkap pekerjaan namun untuk jabatan sejenis dan hanya pada sektor pendidikan, pelatihan vokasi, e-commerce dan sektor migas. Izin lokasi kerja untuk jabatan dan komisaris dan direksi sudah bersifat nasional. Namun untuk jabatan teknis tetap mengacu pada kabupaten/kota tertentu. Dari segi pengawasan juga berubah, jika sebelumnya pengawasan dilakukan oleh beberapa instansi, kini pengawasan dilakukan secara terkoordinasi lintas instansi. (ega/hns)