Menurut dia hal itu karena pusat perbelanjaan masih memiliki keunggulan yang tidak bisa diberikan oleh e-commerce terhadap konsumen.
"Mal punya kelebihan, satu menawarkan experience (pengalaman), juga bisa jadi tempat berkumpulnya komunitas. Kayak co-working space (tempat kerja bersama) yang untuk komunitas," kata dia dalam paparannya di Jakarta, Rabu (4/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu harusnya yang diantisipasi operator mal bisa lebih memfasilitasi komunitas masuk situ," ujarnya.
Selain itu, menurut dia baik e-commerce maupun pusat perbelanjaan memiliki pangsa pasar tersendiri.
"Kalau kita lihat online terhadap shopping mal kelas atas nggak terlalu pengaruh karena yang dibeli online produk kelas menengah bawah. Kalau high end tidak ke online shopping," tambahnya.
Namun jika dilihat dari tingkat okupansi atau hunian tenant-tenant di pusat perbelanjaan pada kuartal pertama ini masih stagnan, rata-rata dikisaran 83,5%. Dari kuartal empat 2017 angkanya tidak banyak berubah yakni 83,6%.
Baca juga: Naik 10%, Sewa Kantor di CBD Makin Mahal |











































