Sri Mulyani mengaku pada 2016 memutus seluruh hubungan kemitraan dengan JPMorgan menyusul hasil risetnya yang memangkas peringkat surat utang atau obligasi Indonesia dari overweight menjadi underweight atau turun dua peringkat.
"Waktu tahun 2016 saya membuat keputusan karena waktu itu produk research JPMorgan memiliki judgement yang tidak prudent dan bisa menimbulkan market swing," kata Sri Mulyani di Komplek Istana, Jakarta, Rabu (2/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah putus hubungan, Sri Mulyani mengaku telah melakukan komunikasi dengan pihak JPMorgan jika ingin menjadi mitra pemerintah Indonesia.
"Saya komunikasikan dengan clear, kalau mau menjadi partner dari republik Indonesia maka tugas anda adalah menpromosikan dan meningkatkan hubungan baik. Ini persyaratan untuk partner RI. Partner meaning, kalau saya mau maju, maka mengharapkan institusi seperti JPMorgan bisa menjadi institusi yang bisa mendukung mengkomunikasikan. Kalau pun membuat research, adalah research yang berguna bagi kita semua," ujar dia.
Setelah melakukan komunikasi, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut pihak JPMorgan mengkaji ulang hasil riset yang sudah dilakukan, yaitu mengubah protojol dan memperbaiki mekanismenya.
"Selama ini mereka pernah menyampaikan hal-hal negatif tentang Indonesia, setelah evaluasi satu tahun kami menganggap bahwa itu adalah sesuatu perubahan positif dan kami mengembalikan lagi JPMorgan di dalam sebagai bank persepsi dan salah satu dealer SUN," jelas dia.
Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan pemerintah kembali menjalin kemitraan dengan JPMorgan yang sekarang terpilih kembali menjadi broker surat utang negara (SUN).
Dia melanjutkan, pihak JPMorgan pun memiliki komitmen untuk tidak mengulang kesalahan sebelumya. Pada 2015 lalu pasar keuangan dalam negeri sempat dibuat geger oleh kabar analis JP Morgan yang meminta investor hengkang dari Indonesia. Kabar tersebut juga sempat dikutip oleh beberapa media nasional.
Selidik punya selidik, kabar yang simpang siur itu bukan dimuat dalam sebuah portal berita, melainkan sebuah blog yang disediakan oleh portal berita barrons.com.
Si penulis blog pun salah mengartikan hasil riset JP Morgan soal prospek obligasi Indonesia. Menurut keterangan tertulis JP Morgan, seharusnya rekomendasi untuk prospek surat utang di Indonesia adalah 'Underweight' bukan 'Sell' seperti tertulis dalam blog tersebut.
Blog yang membuat heboh itu di-posting pada Senin 24 Agustus 2015 lalu. Judulnya, 'JP Morgan: Sell Indonesia Bonds, Rupiah NOW' atau diterjemahkan menjadi 'JP Morgan: Jual Surat Utang Indonesia dan Rupiah SEKARANG'.
Selanjutnya 13 November 2016, JPMorgan kembali mengeluarkan riset berjudul 'Trump Forces Tactical Change'. Indonesia berada dalam posisi buruk pada riset tersebut, di mana peringkat surat utang diturunkan dua level menjadi underweight.
Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani Indrawati, langsung mengeluarkan surat keputusan Nomor S-1006/MK.08/2016 pada 17 November 2016 tentang pemutusan segala hubungan kemitraan dengan JPMorgan. Baik untuk dealer utama Surat Utang Negara (SUN) maupun bank persepsi.
Sri Mulyani menambahkan hubungan dengan JPMorgan sifatnya timbal balik dan saling menghormati. Apalagi Indonesia negara besar, punya pertumbuhan ekonomi yang baik, dan program pembangunan yang baik. Itu adalah suatu platform yang kita ingin mendapat dukungan dari semua pihak.
"Kalau itu dukungan bisa kita pegang, maka kita bisa berpartner dengan mereka yang setuju dengan tujuan RI. Dalam kerja sama ini yang penting adalah platformnya apa? Yakni presiden Jokowi ingin menciptakan ekonomi maju dan bergerak sehat. Ingin memberikan kesemptan kepada semua pihak untuk bisa bekerja bawa modal ke sini dan menciptakan kesejahteraan," terang Sri Mulyani. (hns/hns)