Sepinya minat investor terhadap kima seri obligasi tersebut dikarenakan dinamika yang terjadi di dunia.
Direktorat Jenderal Pembiayaan Pengelolaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan optimistis minat investor terhadap surat utang negara (SUN) akan kembali normal dari yang saat ini sepi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasar Bergejolak
|
Foto: Rengga Sancaya
|
"Market ini bergerak menuju new normal, equilibrium baru, minggu lalu seperti Trump soal Iran, lalu Mahathir yang menang, itu yang membuat market masih volatile," kata Luky di Kementerian Keuangan, Jakarta.
Penawaran lima seri SUN hanya sebesar Rp 7,17 triliun dari target indikatif sebesar Rp 17 triliun. Pemerintah memutuskan untuk mencari alternatif pendanaan.
"Kami amankan pembiayaan tadi dengan front loading, kami perbanyak lagi alternatif pinjaman multilateral, kami banyak private placement," ungkap dia.
Meski demikian, Luky mengungkapkan bahwa fundamental perekonomian Indonesia masih dalam kondisi yang baik dengan pertumbuhan ekonomi di level 5% dan inflasi terjaga di level rendah.
"Kita masih percaya ini hanya sementara, jadi bagaimana meng-handle arah yang seperti ini, SBN percaya akan baik lagi, tapi kita tetap menjaga-jaga, karena punya tambahan pinjaman, private placement, lalu masih ada samurai bond di semester I, lalu ada BLU/BUMN yang menyimpan. Kita tidak berharap kaya gini terus, market akan kembali stabil lagi," jelas dia.
Pembiayaan Tetap Aman
|
Foto: Rengga Sancaya
|
"Situasi hari ini memang sesuatu yang harus terus kita monitor secara sangat cermat perubahan yang terjadi hampir setiap hari dengan sinyal-sinyal yang dilakukan terutama dari negara maju," kata Sri Mulyani usai pelantikan 366 pejabat eselon III Kementerian Keuangan di gedung Dhanapala, Jakarta.
Ketidakpastian itu seperti kebijakan suku bunga The Fed yang akan naik. Ketidakpastian ini juga bukan hanya dirasakan oleh Indonesia sendiri, melainkan negara lain pun sama.
Surat utang yang dilelang pemerintah ini sebenarnya untuk memenuhi pos pembiayaan yang sudah ditetapkan dalam APBN. Sri Mulyani mengatakan mengaku akan terus menjaga dan sudah mendapatkan pembiayaan yang melebihi kebutuhan sampai semester I-2018.
"Karena kita sudah melakukan front loading waktu itu cukup banyak, kita ambil dari global bond yang kita terbitkan sebelum tahun 2018, sekitar November lalu. untuk penerbitan global bond, saat ini sudah terpenuhi di semester I itu jauh melebihi yang dibutuhkan," jelas Sri Mulyani.
Meski demikian, Sri Mulyani tetap meneliti arah permintaan para investor guna memenuhi pembiayaan. Seperti saat ini, pemerintah telah mendapatkan pembiayaan program yang berasal dari institusi multilateral dan private placement sebagai salah satu alternatif apabila market dalam situasi yang tidak rasional.
"Jadi poin saya adalah pemerintah akan terus meneliti, melihat tingkah laku investor namun di sisi lain kita wajib mengingatkan bahwa fundamental ekonomi dari sisi pertumbuhan di atas 5%, defisit APBN mendekati 2% yang jauh di bawah tresholdnya UU maupun negara lain," kata dia.
Sedangkan dari sisi imbal balik atau yield surat utang negara, dia bilang akan terus membuat struktur ekonomi nasional lebih kuat dan tetap memberikan dampak baik pada investor.
Kumpulkan Broker Surat Utang
|
Foto: Rengga Sancaya
|
Diskusi perkembangan pasar SBN ini dijadwalkan pukul 14.00 WIB. Turut hadir dalam rapat ini Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo.
Kemudian juga hadir kepala eksekutif pengawas pasar modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Jasa Konsultan, Kementerian BUMN.
Selain itu Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI).
Menteri Keuangan juga mengundang dealer utama SUN dan peserta lelang surat berharga syariah negara (SBN) seperti Citibank, Deutche Bank, JP Morgan, HSBC, ANZ, BCA, Danamon, Maybank, Mandiri, BNI, Panin Bank, BRI, CIMB Niaga, PermataBank, Standard Chartered Bank, OCBC NISP, Bahana Securities, Danareksa Securities, Mandiri Sekuritas, Trimegah Sekuritas, BNI Syariah, BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan BNP Paribas Indonesia.
Kemudian juga diundang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Dirut Lembaga Pengelola Dana Pendidikan, Dirut Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), Dirut PT Taspen dan Dirut Schroder Management Indonesia.
Hasilnya
|
Foto: Rengga Sancaya
|
Dalam pertemuan tersebut, dia memberikan informasi perkembangan ekonomi terkini Indonesia.
"Lebih dari 40 institusi saya undang tujuannya memberikan update perkembangan ekonomi terkini di sektor keuangan, capital market dan surat berharga. Ini untuk memberikan keyakinan dan untuk menjaga stabilitas ekonomi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sri Mulyani menjelaskan pelaku pasar tersebut dalam acara memberikan masukan dan pandangan terkait perekonomian. Dia menyebut, saat ini pelaku usaha menyampaikan bahwa seluruh gejolak yang terjadi saat ini murni karena kondisi eksternal di luar Indonesia.
"Jadi sebetulnya mengenai ekonomi Indonesia sendiri tidak ada yang dijadikan sebagai pemicu. Mereka masih optimis terhadap kebijakan pemerintah dan kinerja ekonomi nasional," ujar dia.
Selain itu, peserta rapat juga menanyakan kepada BI, OJK, Kemenkeu dan LPS kebijakan apa saja dan koordinasi seperti apa yang akan diambil untuk menyikapi kondisi seperti ini. Terutama dalam situasi jangka pendek.
Kemudian, dealer bonds juga menanyakan bagaimana outlook harga minyak, subsidi dan outlook anggaran pendapatan belanja negara (APBN) hingga defisit.
"Namun kita tetap lakukan kajian terhadap harga minyak, terutama dikaitkan dengan subsidi dan dengan neraca Pertamina dan PLN yang saat ini sedang dirumuskan bersama Menteri ESDM dan Menteri BUMN," jelas dia.
Gubernur BI Agus Martowardojo menambahkan, peserta diskusi tersebut sependapat bahwa kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih dalam kondisi baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 5,06% tertinggi di pola musiman pertama sejak 2015.
"Ini menunjukkan perbaikan secara bertahap. Nah di dalam kita sama-sama sepaham bahwa yang ada saat ini tantangan dari eksternal seperti peningkatan suku bunga AS, naiknya harga minyak dan menguatnya risiko geopolitik seperti AS dan China," imbuh dia.
Halaman 2 dari 5











































