Berkat sepak bola negara-negara dengan ekonomi berkembang menjadi tenar, seperti Brazil misalnya. Negara ini terkenal lantaran sudah menyabet 5 kali juara piala dunia.
Berdasarkan hal itu, kondisi ekonomi sebuah negara tidak menjadi penentu untuk menjuarai Piala Dunia. Bahkan tidak sedikit pemain-pemain sepakbola ternama lahir dari negara-negara berkembang lainnya seperti di wilayah Amerika Latin.
Melansir dari data hasil riset Goldman Sachs, berikut kondisi ekonomi terkini dari negara-negara peserta Piala Dunia 2018 dari benua Amerika.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ekonomi Brasil saat ini jauh lebih baik dari 2014 ketika menjadi negara tuan rumah Piala Dunia. Rata-rata inflasi berhasil dikendalikan dalam level rendah, ketidakseimbangan neraca berjalan juga telah diperbaiki.
Namun Brasil masih menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi yakni dalam rentang dua digit. Pemerintah setempat pun berupaya memulihkan dengan penyesuaian kebijakan fiskal, salah satunya juga untuk mengurangi defisit fiskal dan menstabilkan tingkat utang.
Warga Brasil juga akan melakukan pemilihan umum setelah Piala Dunia selesai, tepatnya pada 7 Oktober 2018. Pemimpin yang baru diharapkan mampu menangani sisa persoalan makro ekonomi hingga mampu menarik masuk investasi asing.
Kolombia
Selama beberapa tahun terakhir ekonomi Kolombia terkapar. Defisit transaksi berjalan dan inflasi dalam posisi yang tinggi hingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Namun kondisi itu sepertinya tidak mengkhawatirkan investor asing untuk tetap mencari aset di Kolombia. Investor asing tumbuh 2 kali lipat sebagai pembeli surat utang pemerintah Kolombia sejak Piala Dunia 2014. Investor asing menyalip dana pensiun lokal yang sebelumnya sebagai pemegang surat utang terbesar.
Baru-baru ini, gambaran makro ekonomi Kolombia telah membaik imbas dari kenaikan harga minyak dan inflasi moderat. Hal itu memungkinkan Bank Sentral setempat untuk melonggarkan kebijakan moneter secara signifikan guna mendukung permintaan domestik.
Meski diharapkan pemulihan ekonomi Kolombia lebih cepat, namun Goldman Sachs memprediksi pertumbuhan ekonominya tahun ini mencapai 2,7%, naik dari tahun sebelumnya 1,8%.
Kosta Rika
Sumber pertumbuhan ekonomi Kosta Rika cukup terdiversifikasi dengan baik. Dari segi pertanian negara ini memiliki produk unggulan seperti kopi, pisang, nanas dan gula. Selain itu negara ini juga unggul dalam ekowisata, manufaktur dan jasa berorientasi IT.
Kosta Rika adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang tidak memiliki tentara. Hal itu memberikan peluang bagi negara untuk menghabiskan uang lebiha banyak untuk pendidikan
Lebih dari 300 perusahaan global telah mendirikan toko di Kosta Rika, termasuk Intel, Amazon, dan IBM. Kosta
Rica adalah salah satu negara yang paling stabil dan makmur di anatar negara-negara Amerika Tengah.
PDB per kapita mencapai US$ 17.200. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangganya seperti Nikaragua dan Honduras, dengan rata-rata pendapatan per kapita hanya US$ 5.500-5.800.
Pertumbuhan PDB Kosta Rika dari 2010-2017 rata-rata di level 4,1%. Di 2017 pertumbuhan PDB-nya mencapai lebih dari 6%.
Pada bulan Agustus tahun lalu pemerintah Kosta Rika menghadapi sedikit krisis likuiditas untuk memenuhi kewajiban utangnya. Fitch memberikan outlook negatif atas utang Kosta Rika.
Meksiko
Latar belakang makroekonomi Meksiko saat ini masih jauh dari kata suram. Meskipun masih ada kendala dari sisi makro ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi biasa saja, produksi minyak menurun tajam, tingkat bunga tinggi, pembatasan pengeluaran fiskal, masalah hukum hingga korupsi.
Ekonomi Meksiko juga tengah menghadapi permasalah dari sisi eksternal seperti ketidakpastian negosiasi NAFTA, rencana kenaikan suku bunga The Fed dan normalisasi neraca dagang AS.
Terlepas dari tantangan domestik dan eksternal, Goldman Sachsmenilai ekonomi Meksiko masih dikelola dengan baik dan kebijakan pendekatan yang ramah pasar.
Panama
Dengan pertumbuhan PDB riil hampir 6% per tahun selama 25 tahun terakhir dan pertumbuhan per kapita hampir 4%, Panama telah muncul sebagai salah satu negara terkaya di Amerika Latin.
Jika 2018 masih tetap tumbuh, maka Panama tercatat sebagai negara yang selalu tumbuh positif dalam kurun waktu 30 tahun. Bahkan melebihi rekor Australia.
Panama mengatasi krisis keuangan global dengan cukup baik. Tingkat pengangguran di bawah 6% sejak 2011, jauh lebih baik ketika tingkat pengangguran Panama mencapai double digit saat 1980-an, 1990-an dan awal 2000-an.
Inflasi meningkat selama tahun-tahun krisis, tetapi tetap di bawah 2% selama beberapa tahun terakhir.
Meskipun populasi kurang dari empat juta, Panama telah
menempatkan diri sebagai pusat layanan komersial di Amerika Latin. Industri jasa utama termasuk logistik, keuangan, registrasi unggulan, perawatan kesehatan, pariwisata dan, tentu saja, transportasi.
Peru
Perekonomian Peru mulai pulih setelah terpuruk pada 2017 kemarin yang terimbas dari gangguan cuuaca, hingga skandal korupsi yang berujung pada pengunduran diri Presiden Pedro Pablo Kuczynski.
Pada 23 Maret 2018, wakil presiden pertama MartΓn Vizcarra menggantikannya. Hal itu mengurangi ketidakpastian kondisi politik Peru, sehingga mampu mengembalikan kepercayaan investor asing.
Pada 2017 pertumbuhan ekonomi Peru mencapai 2,5%. Masih jauh dari rata-rata pasca krisi negara-negara Amerika Latin 5,2%.
Namun, pelonggaran moneter besar selama setahun terakhir telah membantu merevitalisasi permintaan domestik dan kenaikan harga logam.
Diprediksi pertumbuhan ekonomi Peru tahun ini mencapai 3,8% lantaran didukung kinerja sektor manufaktur, sektor konstruksi dan perdagangan.
Uruguay
Perekonomian Uruguay mulai bangkit sejak mengalami krisis pada 2002.Uruguay memperoleh rating investasi 'triple crown' dari tiga lembaga pemeringkat kredit terbesar di 2012.
Uruguay menikmati siklus pemulihan pada 2017, dengan PDB tumbuh sebesar 3,1%. Angka itu naik dari tahun sebelumnya sebesar 1,5% dan 0,4% pada tahun 2015. Diprediski tahun ini PDB Uruguay tumbuh 3% tahun ini.
Argentina
Kondisi ekonomi Argentina tidak sebagus catatan tim sepakbolanya. Ekonomi Argentina terdampak dari sentimen eksternal.
Nilai tukar dolar AS menghantam mata uang Argentina anjlok hingga lebih dari 40% dari awal Desember 2017 hingga akhir Mei 2018.
Pemerintah Argentina memperketat kebijakan fiskal dan meminta bantuan pendanaan dari IMF. Meski membantu menenangkan pasar, namun diyakini tidak mampu menyelesaikan masalah perekonomian yang mendasar.