Kok Pemerintah Banyak Bangun Infrastruktur di Tempat Terpencil?

Kok Pemerintah Banyak Bangun Infrastruktur di Tempat Terpencil?

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Selasa, 17 Jul 2018 09:25 WIB
Foto: dok. Bappenas
Jakarta - Pembangunan yang dilakukan pemerintah sering kali dikritik lantaran dilakukan pada tempat-tempat yang nilai ekonominya belum terlihat sehingga sering dianggap 'buang-buang uang'.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, hal tersebut harus dilakukan pemerintah untuk mencapai pemerataan. Karena pemerintah tidak mungkin menyerahkan pembangunan daerah yang tak punya nilai ekonomis ke pihak swasta.

Menurut Bambang sudah seharusnya mindset pembangunan berubah. Jika ingin pemerataan berlangsung dengan baik, sejak awal perlu direncanakan strategi bahwa pemerataan sudah harus menjadi target pembangunan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Jangan sampai kegiatan pembangunan yang beriorientasi pada pertumbuhan malah membuat pemerataan semakin memburuk sehingga membuat kita panik mencari cara mengatasinya.

"Oleh karena itu, agar kita tidak terlalu banyak membuang-buang energi mengatasi kesenjangan wilayah akibat pembangunan yang terlalu fokus pada pertumbuhan, sebaiknya aspek pemerataan sudah harus pemerintah menjadi mainstream pembangunan," kata Bambang dalam keterangannya, Selasa (17/7/2018).

Sebelumnya, dalam acara Indonesia Development Forum (IDF) 2018, Bamban mengatakan, pembangunan sosial dan ekonomi yang tidak merata antarwilayah merupakan salah satu tantangan utama pembangunan Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi selama dua dekade terakhir masih terkonsentrasi di pulau Jawa, yang berkontribusi sekitar 58% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Di sisi lain, pembangunan sosial dan ekonomi di luar pulau Jawa, khususnya bagian timur Indonesia mengalami ketertinggalan (seperti tingkat kemiskinan dan Indeks Pembangunan Manusia/IPM) meskipun daerah tersebut kaya sumber daya alam.


Dengan kesenjangan antarwilayah di Indonesia yang bersifat kompleks dan multisektoral, berbagai upaya untuk mengatasinya masih perlu ditingkatkan lagi.

Dari berbagai program pemerintah yang sudah berjalan, menurut Bambang terdapat beberapa kemajuan, di antaranya rasio ketimpangan Indonesia yang terus mengalami perbaikan. Rasio ketimpangan atau yang dikenal dengan rasio gini Indonesia terus mengalami perbaikan sejak 2014.

Pada 2017, rasio gini Indonesia tercatat 0,391 dan pemerintah menargetkan untuk menurunkannya sampai 0,380 pada tahun 2018. Ditambah lagi, dalam kurun waktu tiga tahun, tingkat kemiskinan Indonesia mengalami penurunan menjadi 10,12% pada 2017 dari 10,96% pada 2014.

Indeks Pembangunan Manusia juga mengalami peningkatan menjadi 70.81% pada tahun 2017 dari 70,18 di tahun sebelumnya.

Selain antarwilayah, kata Bambang, ketimpangan juga terjadi antara kawasan perkotaan dan perdesaan. Keduanya memiliki kualitas pelayanan dasar yang tidak merata.

Padahal, hal ini sangat krusial bagi produktivitas ekonomi dan kesejahteraan sosial penduduk.

Untuk mengatasi ketimpangan wilayah yang terjadi antarwilayah dan intrawilayah, Bambang menilai strategi yang dikedepankan mengarah pada pembangunan dengan karakteristik wilayah tertentu, yaitu:

Pembangunan wilayah dengan potensi dan daya ungkit pertumbuhan ekonomi nasional yang tinggi, dengan menitikberatkan pada percepatan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan dan pembangunan perkotaan metropolitan.

Pembangunan wilayah dengan skala ekonomi wilayah dan ekonomi lokal yang potensial, dengan menitikberatkan pada pembangunan pusat kegiatan wilayah atau lokal, kawasan perdesaan, dan kota-kota sedang.

Pembangunan wilayah dengan infrastruktur dan pelayanan dasar yang tertinggal, yang menitikberatkan pada pembangunan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, daerah kepulauan, dan kawasan timur Indonesia.

Strategi tersebut dijalankan untuk mengatasi berbagai isu utama pembangunan yang menimbulkan ketimpangan wilayah di Indonesia, yang meliputi:
(1) konektivitas dan aksesibilitas yang tidak merata;
(2) pelayanan dasar yang tidak merata;
(3) pemanfaatan sumber daya alam (SDA) lokal dalam pembangunan yang tidak optimal, yang dipengaruhi oleh perbedaan karakteriktik wilayah:
(4) tidak optimalnya pembangunan wilayah dengan keragaman kultur dan sosial budaya masyarakat;
(5) kebijakan afirmasi dan pendanaan pembangunan yang kurang merata;
(6) persebaran pusat-pusat pertumbuhan yang tidak merata. (fdl/dna)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads