"Makanya kalau pemerintah ingin menjaga harga makanan itu stabil sebetulnya secara tidak langsung ingin mendapatkan tingkat kemiskinan yang menurun, karena garis kemiskinannya turun," kata Sri Mulyani di gedung DPR, Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan garis kemiskinan di Indonesia mengalami kenaikan 3,63%, yaitu dari Rp 387.160 per kapita pada September 2017 menjadi Rp 401.220 per kapita per bulan di Maret 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun daftar komoditi yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan yakni, beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, gula pasir, mie instan, kopi bubuk dan kompi instan (sachet), kue basah, tempe, tahu, roti, bawang merah, dan lainnya.
Adapula yang berasal dari komoditi bukan makanan, yakni perumahan, bensin, listrik, pendidikan, perlengkapan mandi, angkutan, kesehatan, dan lainnya.
"Jadi kalau ada inflasi tinggi maka garis kemiskinannya tinggi maka kemudian banyak orang yang tidak miskin masuk menjadi kelompok miskin," jelas dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan, pengukuran kemiskinan di Indonesia juga berbeda dengan negara-negara lain. Untuk di Indonesia sendiri, pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga inflasi di level rendah, sehingga garis kemiskinan terjaga dan dan pendapatan masyarakat meningkat.
"Untuk mendapat 2.250 kalori per hari di Indonesia beda sekali dengan di India, Singapura, Amerika, sehingga itulah yang disebut perbedaan purchasing power parity atau daya beli antar negara karena komponen makanannya berbeda, dan tentu saja angka atau nilai setiap negara berbeda-beda," tutup dia.