Ragam Respons soal Rest Area Bebas McD dan Starbucks Cs

Ragam Respons soal Rest Area Bebas McD dan Starbucks Cs

Danang Sugianto - detikFinance
Rabu, 18 Jul 2018 10:20 WIB
Ragam Respons soal Rest Area Bebas McD dan Starbucks Cs
Foto: Sudirman Wamad
Jakarta - Presiden Joko Widodo mengutarakan keinginannya agar rest area hanya diisi oleh UMKM. Itu artinya merek-merek asing seperti MCD, KFC hingga Starbucks tidak diperkenankan ada di rest area.

Hal itu disampaikannya saat meresmikan jalan tol Solo - Ngawi, ruas Kartasura-Sragen. Maksud dari pernyataan Jokowi mungkin hanya untuk di ruas tol tersebut. Namun tidak menutup kemungkinan hal itu diterapkan di semua rest area jalan tol baru.

Lalu bagaimana pendapat pengelola rest area, merek-merek asing hingga UMKM terkait pernyataan tersebut?
Menanggapi hal itu Manajemen PT Fast Food Indonesia Tbk selaku pengelola KFC di Indonesia mengaku tidak masalah dengan pernyataan Jokowi. Manajemen akan mengikuti jika itu jadi kehendak pemerintah hingga tertuang dalam aturan.

"Ya kalau itu sudah peraturan ya kami ikuti," kata Corporate Secretary KFC Justinus Dalimin Juwono kepada detikFinance.

Justinus menambahkan, sejatinya sumbangsih gerai KFC di rest area tidak begitu besar. Jumlah gerainya juga sangat sedikit.

"Enggak banyak terutama di tol Cikampek dan Jagorawi, enggak sampai 10 kok. Sumbangsihnya enggak seberapa lah, kalau ramai saja," tuturnya.

Dia juga menambahkan. bukan perusahaan yang mengajukan diri untuk masuk ke dalam rest area, tapi pengelola rest area yang menawarkan.

"Sebenarnya kan kami yang diminta oleh pengelola rest area supaya ada kombinasi. Kami enggak mengajukan, mereka cari kita menawarkan, mencari para pengusaha lokal juga, dikumpulkan di satu tempat. Banyak di rest area yang juga banyak UKM-nya," tuturnya kepada detikFinance, Selasa (17/7/2018).

Justinus menilai pengelola rest area selama ini juga memberikan ruang cukup besar untuk pengusaha lokal. Sementara pihaknya selaku brand-brand besar merasa hanya sebagai daya tarik saja.

"Harus dilihat ini kan pembagian selera masyarakat. Kan yang penting pengusaha rest area melakukan pembagian zonasi pedagang. Saya perhatikan yang lokal diperhatikan sekali. Kita ini brand besar hanya sebagai penarik orang untuk mampir, cuma kan keputusan makan tergantung pengunjung juga," tambahnya.

Dia juga menjelaskan, KFC hadir di rest area kebanyakan dengan sistem kerja sama dengan pengelola, bukan sewa tempat. Perusahaan bagi hasil ata omzet kepada pengelola rest area.

"Kita kebanyakan kerja sama bagi hasil dari omzet, persentasenya ya variasi," akunya.

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menyambut baik sikap pemerintah yang bakal mengutamakan produk mereka di rest area tol, ketimbang brand asing, seperti McD, Starbucks, KFC. Hanya saja pelaksanaannya patut diawasi.

"Dengan adanya kemauan itu (dari pemerintah), kita sambut baik, tapi wajib diawasi. Wajib diawasi, betul kah penerapannya itu betul untuk UMKM," kata Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun ketika dihubungi detikFinance.

Selain itu, pemerintah diminta memerhatikan harga sewa buat UMKM di rest area. Tujuannya agar terjangkau bagi pelaku usaha kecil. Dalam hal ini fungsi pengawasan juga diperlukan.

"Harga dari space-nya terjangkau nggak. Kalau harga tidak terjangkau, yang besar besar kan langsung masuk. Nah jadi ini harus diawasi juga. Rest area harus ada patokannya berapa, untuk UMKM berapa. Itu harus harga harga UMKM," lanjutnya.

Tapi terlepas itu, pihaknya menilai positif sikap pemerintah yang pro terhadap UMKM. Pasalnya ini bakal memberi banyak manfaat.

"Artinya kalau rest area diprioritaskan untuk UMKM, berarti SDM atau tenaga kerja di sekitar rest area bisa terserap. Kedua, produk produk kearifan lokal atau pengusaha daerah bisa terserap juga masuk ke rest area," tuturnya.

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menyampaikan selama ini keberadaan mereka di rest area jalam tol kurang terekspose. Merek-merek asing keberadaannya lebih menonjol.

"(UMKM) tidak terekspose karena brand brand besar itu yang mewarnai. Misalnya kita kan di rest area, contohnya sepanjang Padalarang misalnya, terus Cipali, kan munculnya produk besar, McD, KFC, dan seterusnya," kata Ketua Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun.

Kondisi tersebut, menurutnya karena merek asing punya modal besar untuk memperkenalkan produknya ke masyarakat khususnya pengguna tol, sementara UMKM cukup kesulitan.

"Iya (brand asing) lebih menonjol, mereka lebih mewarnai karena mereka berani bayar iklan. Satu berani bayar iklan, kedua berani bayar space," sebutnya.

Dia menjelaskan, merek-merek UMKM kekurangan modal untuk bisa lebih memperkenalkan produknya ke orang-orang yang mampir ke rest area.

"(Kalau UMKM) kekurangan dana. Ibaratnya kan kurang anggaran, kurang apa untuk menaikkan brand dia. Makanya kali ini jangan lagi yang brand-brand besar. Harus yang betul betul UMKM di rest area. Kalau nggak terlibas oleh grup grup besar itu," tambahnya.

PT Jasamarga Properti mengaku tak masalah jika merek asing tidak boleh masuk rest area. Anak usaha PT Jasa Marga ini memang fokus mengelola rest area dengan tema kearifan lokal.

Marketing Manager Jasa Marga Properti Marlina Ririn mengatakan, meski tanpa brand asing besar tidak akan mempengaruhi besar bisnis perusahaan. Sebab di rest area yang dikelola perusahaan mayoritas memang UKM maupun restoran lokal.

"Seinget aku seperti KFC, MCD, Starbucks itu belum ada di rest area yang kami kelola. Paling ada CFC, jadi sedikit banget. Enggak tahu kalau pengelola rest area swasta yang lain," tuturnya saat dihubungi detikFinance.

Jasamarga Properti sendiri saat ini mengelola 3 rest area di tol yang sudah berkembang seperti di KM 88 A dan B Tol Purbaleunyi, serta KM 207 A Tol Palikanci.

Selain itu Jasamarga Properti juga tengah membangun 9 rest area di jalir Tol Soli-Kertosono dan Surabaya-Mojokerto. Selain itu ada pula 24 rest area yang masih dalam tahap inisiasi yang bukan hanya di Tol Trans Kawa tapi juga di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Kedepannya, Jasamarga Properti akan fokus menawarkan rest area yang akan dikembangkan kepada para UKM dan restoran lokal dengan menu khas setempat.

"Tim marketing kami bergerak menawarkan ke restoran yang punya khas di areanya, kalau Solo ya makanan khas Solo. biasnaya resto yang di jalan arteri setempat, karena adanya jalan tol rezekinya mereka ketutup, itu yang kami tawarkan," tambahnya.

Selain itu, kata Marlina, kebanyakan waralaba asing yang besar enggan untuk masuk ke rest area di tol yang baru bekembang. Mereka lebih memilih untuk hadir di tol-tol dengan lalu-lalang kendaraan yang tinggi.

"Lagi pula kami fokus pada pelayanannya, seperti ketersediaan toilet, tempat ibadah, pom bensin. Kalau ritel itu hanya pelengkap," tambahnya.

Lagi pula bisnis Jasamarga Properti juga tidak hanya mengelola rest area tapi juga gedung perkantoran dan pembangunan perumahan.

Pelaku UMKM sebenarnya juga sudah ada hampir disetiap rest area. Namun rata-rata posisinya tidak strategis dan dengan luas area yang kecil.

Dengan keterbatasan dana, ternyata UMKM di rest area juga sering nunggak. Setidaknya itu diakui oleh PT Jasamarga Properti anak usaha PT Jasa Marga Tbk yang ditunjuk mengelola rest area.

"Banyak si yang nunggak, ya namanya juga UMKM. Mereka kadang juga nunggak bayar listrik atau air," kata Marketing Manager Jasa Marga Properti Marlina Ririn.

Untuk di rest area Tol Trans Jawa, Jasa Marga Properti sendiri mematok harga sewa sekitar Rp 100-150 ribu meter persegi per bulan. Harga sewa tentunya tergantung dari luas wilayah yang diinginkan.

Jasa Marga Properti juga sebenarnya mengelola beberapa rest area di Purbaleunyi. Untuk area itu pihaknya mematok sewa sekitar Rp 175-250 ribu per meter persegi.

Meski terkadang suka nunggak Jasamarga Properti tetap membuka peluang bagi UMKM yang hendak menjalankan bisnisnya di rest area. Pihaknya terkadang memberikan keleluasaan pembayaran.

"Untuk kontrak minimal satu tahun, tapi kami bisa negosiasi misalnya bayarnya per bulan atau 3 bulan. Ya yang penting mereka mematuhi tidak berjualan asongan," tambahnya.

Hide Ads